Aneka Cerita

Cerita Dewasa "Belajar Seks Di kamar Kos" –

 Ini dia pengalaman terindahku ketika aku bercinta dengan seorang gadis seksi bernama MINI. Berikut ini Cerita Dewasa tersebut:

Malam yang gelap,tidak ada aktivitas lage yang aku kerjakan setelah semua tugas-tugas kul kelar. Nonton Tv juga monoton saja,acara itu-itu aja ah bete,ngapain enaknya”Hp berdering si beb’,teman kampusku tlp.apalagi kalau bukan nanyain tugas dari Dosen A udah aku selesaikan belom,dasar gelo sering nyontek aku pekerjaannya tapi gak apa-apa demi teman.

Karena kesibukannya sendiri paling lali mengerjakan materi kul. Setelah trima tlp.usai utak-utik atau browsing di internet cari sohip-sohip dunia maya enak kali,mesti hanya memandang monitor tapi rasanya persahabatan tetep terjalin indah sampai aku berkenalan dengan wanita yang akan aku temui sebagai wujud kalau pertemanan ini tidak maya, Berawal dari email lalu SMS, aku berkenalan dengan Mini, panggilanku pada Dominique.

Kami sepakat untuk saling bertemu di sebuah kafe, daerah atas kota Bandung. Dari penampilan awalnya aku cukup tertarik, meskipun bodinya tergolong biasa-biasa saja tapi wajahnya yang sangat cute membuatku terdiam untuk sesaat.

Perawakan Mini kurang lebih tinggi 165 cm, 50 kg dengan kulit putih, rambut hitam lurus sebahu, sama-sama keturunan cina sepertiku juga dan berumur 20 tahun merupakan mahasiswa di sebuah universitas swasta di Bandung, ukuran payudaranya 34B dibalut dengan kaos ketat sungguh ideal.

Kami pun mulai mengobrol panjang di kafe tersebut dan pendek kata kami pun mulai serius tentang hubungan kami yang mungkin lain dari biasanya, yaitu kegiatan BDSM. Kuketahui juga Mini sudah tidak perawan karena pernah ML dengan cowonya yang sekarang tidak tahu ada dimana.

Mini terlihat sedikit nakal dan sesuai harapanku yang sedang mendalami bidang ini. Mini menganjurkan di tempat kosnya, karena katanya dalam 2-3 hari ke depan tidak ada orang lain karena pada mudik liburan. Aku pun setuju dan berjanji besok aku akan langsung datang ke tempat kosnya.

Hari yang telah ditentukan telah datang, aku pergi menuju 711, swalayan dekat kampusku, di sana aku membeli beberapa gulung tali pramuka, jepitan jemuran 1 pack, lilin merah besar yang biasa ada di kuil-kuil 2 buah, dan beberapa minuman. Siaplah aku menuju cafe yang telah ditentukan, aku dengan perlengkapan aku di tas sudah lengkap plus belanjaan tadi.

Meluncurlah aku dengan menggunakan motor bebekku ke tempat kos Mini. Aku mulai memperlahan laju motorku dan melihat alamat yang tertera di HP-ku, setelah beberapa lama kutemukan sebuah rumah tinggal yang dijadikan tempat kos.

“Biasa saja, lebih bagus kos gue”, pikirku.

Aku langsung menelepon Mini agar keluar dari tempat kosnya.

“It’s show time” dalam benakku.

Lalu aku melihat Mini keluar dengan pakaian senam yang masih basah keringat hingga membuatnya makin aduhai.

“Sori gue baru beres joging nih, masuk.., masuk”, kata Mini sambil membukakan gerbang.

Akupun mulai masuk dan celengak-celinguk melihat kos-an yang berisi 4 kamar layaknya rumah tinggal biasa.

“Beneran kaga ada sapa-sapa neh?”, tanyaku.
“Kaga ada, pembokat dah pulang dari tadi, now cuma ada lo ama gue, kapan neh mulainya?”, Jawab Mini.

Aku langsung mengeluarkan tasku dan Mini langsung ikut melihat barang yang kubawa.

“Hehe.. kok gituan aja seh, disini juga ada kaga usah repot-repot”, kata Mini sambil mengeluarkan kotak di kamarnya.
“Pake semua yang lu mau ke gue” jawabnya sambil memberikan kotak tersebut padaku.
“Wahh.., gila lo dapat dari mana semua alat ini?”, tanyaku karena baru kali ini aku melihat alat-alat penyiksaan yang biasanya hanya aku liat di internet.

“Jangan rewel, cepetan donk gue dah ga sabar lu bisa apa aja”, jawabnya.

Tanpa menjawab karena aku masih keasyikan melihat “barang-barang” yang sebagian masih tidak kuketahui fungsinya.

“OK., siplah ayo kita mulai”, jawabku.

Permainan dimulai, Mini hanya duduk melihatku meninjau tempat yang ingin aku gunakan.

“Sini lo, gue dapat tempat yang enak buat nyiksa lo”, kataku sambil tersenyum melihat lapangan basket dengan 1 tiang dengan luas 4×5 meter di ruangan tertutup belakang kos.

Aku mulai mengambil bambu bulat berukuran 1 1/2 meter dengan diameter 10 cm dan mengikat tangan Mini bersama bambu tersebut. Hasilnya tangan Mini terentang ke arah berlawanan seperti orang yang disalib. Belum puas dengan itu aku mengikat “shibari”, sehingga payudaranya tampak menonjol.

Mini merasa kesakitan terlihat dari wajahnya yang mulai merah, tapi saat kutanyakan Mini menjawab “Lanjutin aja gue nikmatin kok, jangan sungkan-sungkan gue kaga marah gue hepi kok” sambil tersenyum.

Akupun tidak tanggung-tanggung lagi langsung mengambil sepatu hak tinggi merahnya sekitar 10 cm, penjepit yang telah kubeli, ball gag di kotak Mini, dan sun block untuk kuoleskan pada kulit Mini karena rencanaku akan kujemur Mini di lapangan tersebut dalam waktu cukup lama, matahari masih cukup terik meskipun jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Setelah kuoleskan pada sekujur tubuhnya, aku memasangkan ball gag ke mulutnya.

Aku yakin Mini tidak akan bisa bersuara lagi. Kemudian sepatu tingginya untuk memberikan efek pegal dan kejang, aku mulai membuat simpul di bambu yang menempel di punggung Mini untuk digantung di tiang ring. Akhirnya Mini hanya menapak pada hak sepatu yang kecil dengan badan tergantung tanpa daya. Terakhir aku memasangkan penjepit di kedua belah puting, di ketiak, di paha, di perut, di bagian kemaluannya.

“Erghh. Hh.. Hh..”, kudengar erangan Mini tapi tidak kuhiraukan.
“Ok gue tinggal dulu, gue laper mo makan”, kataku dengan senyuman sambil memasangkan 2 jepitan tersisa di daun telinganya, langsung terlihat Mini berusaha melepasnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tapi percuma karena jepitannya cukup kuat.

Maka tinggalah Mini sendirian, karena aku sudah pergi untuk melihat-lihat “lokasi” berikutnya, lalu aku benar-benar pergi membeli makan tak jauh dari situ ada tempat makan nasi campur yang sudah jadi langgananku meskipun aku tidak kuliah di daerah tersebut.

Tak terasa aku sudah makan dan nonton TV, serasa pemilik rumah tersebut hingga sudah 1 jam lebih aku meninggalkan Mini. Sebenarnya aku bisa saja berbuat jahat, tapi jika aku hanya ingin kesenangan materi, aku sudah berkecukupan .

Kutengok Mini yang sudah bersimbah keringat semua baju senamnya sudah basah. Pertama kulepaas jepitan-jepitan yang terpasang.

“Aarrgg.. Hh..”, desah Mini karena aliran darahnya berjalan lagi.

Mini terlihat pucat, lemah sekali kehabisan tenaga karena “upacara” tadi. Kulepaskan juga ikatan pada bambu tapi tali shibari yang mengelilingi tubuhnya tak kulepas malah kutekukkan pergelangan tangan Mini ke bagian belakang dan kuikat, dadanya makin menonjol.

Sebenarnya aku cukup prihatin karena walau tak kuikatpun Mini sudah pasrah dan tidak akan kabur.

Aku tanya padanya, “Lo masih kuat gak?”, sambil kulepas ball gag yang menyisakan garis merah di pipinya.
“Gak papa kok gue cuma cape aja”, jawabnya sambil tersenyum kecil.

Kemudian kupapah dirinya ke kamarnya lalu kusuapi makan dan minum dengan kondisi tangan masih terikat.

“Sudah siap untuk selanjutnya?”, tanyaku setelah memberinya waktu istirahat setengah jam yang Mini lewatkan untuk rebahan di tempat tidurnya.
“Ok”, jawabnya lemah.

Lalu akupun mulai membuka semua ikatan yang ada di tubuh Mini. Meskipun aku sudah tidak tahan ingin ML dengan Mini aku masih kasihan melihat keadannya. Akupun memandikannya sambil meraba-raba sekujur tubuhnya dan membincangkan apa yang diinginkan Mini untuk permainan berikutnya.

Jam telah menunjukkan pukul 7 malam saat aku mengajak Mini makan keluar, minipun menyetujuinya dan Mini tidak kuperbolehkan memakai pakaian dalam baik bra ataupun CD, sebelum Mini menjawab, aku sudah memainkan lidahku di puting susunya yang mulai menegak dan terdengar desahan Mini.

“Lo boleh ikut tapi kukenakan ini ya”, kataku sambil mengambil rantai kecil dengan jepitan berskrup di kotak peralatan BDSM Mini.

Kukenakan di sebelah putingnya yang telah menonjol lama, lalu kukencangkan skrupnya sehingga aku yakin tidak akan lepas, tidak hanya itu, aku juga mulai foreplay di selangkangan Mini dengan lidah hingga cukup membuat Mini terangsang dan hampir orgasme karena kumainkan jemariku juga di kemaluannya. Aku berhenti tapi Mini merengek dan kukatakan agar bersabar, sambil tersenyum dan mengambil dildo berbentuk kapsul yang biasa ada di film jepang dengan kekuatan 2 batere kecil.

“Gue pakein ini juga OK”, ujarku sambil memasukkan dildo itu dalam vaginanya yang sudah basah sehingga mudah dimasuki.

Terakhir kuambil tali dan merapatkan Mini dan mengikat paha atasnya sehingga mainanku akan tetap berada di dalam kemaluan Mini. Aku lalu mengambil rok hitam ketat sebatas lutut untuk menutupi badan bawah Mini, aku tertawa kecil ketika aku menyuruh Mini berjalan bak artis melenggok di cat walk, karena Mini harus menyilangkan kakinya akibat ikatan tadi.

“Sip.. Deh OK kita pergi”, ajakku sambil kukenakan jaket bulu untuk menutupi badan Mini yang hanya dihiasi rantai.

Kami keluar dengan motorku. Sebelum berjalan, aku menyalakan switch on pada mainan yang “tertanam” tadi sehingga bergetar dan membuat Mini kehilangan tenaga. Di sepanjang jalan Mini memelukku dengan tangan yang tidak berhenti meremas-remas jaket aku.

“Dah mulai basah ya? Ga tahan ya?”, godaku. Mini tidak menjawab.

Tak lama kemudian kami berhenti di tukang jagung bakar di daerah Dago dan memesan makanan dan minuman. Kulihat Mini agak salah tingkah dan seperti maling takut ketahuan polisi, banyak gerakannya yang tidak lazim dan aku mengingatkannya sambil memeluknya.

“Anter gue beli pulsa ya di BEC”, suatu tempat elektronik di Bandung, pintaku.

Mini hanya mengiyakan dan aku sengaja membawa jalan-jalan karena aku tahu bahwa semakin banyak gerakan maka Mini makin terangsang jadinya. Mini berusaha bertindak sebiasa mungkin. Perlu diketahui pacarku masih pulang kampung dan aku sudah biasa jalan dengan cewe-cewe sehingga tidak takut kalau kepergok teman. Minipun karena baru masuk kuliah dia belum punya banyak teman dan dia bukan asli orang Bandung.

Pendek cerita kami berdua sudah sampai di tempat kos Mini lagi dan aku segera membuka jepitan di putingnya dan mengeluarkan dildo yang sudah basah. Kami berdua tidak tahan lagi hingga langsung saja kami melakukan ML dan setelah setengah jam aku mengeluarkan sperma di kondom, Kemudian dilepasnya kondom tersebut dan kusuruh Mini yang sudah terkulai lemas mengisap-isap kemaluanku.

“Aarrgg.. ngghh”, erangku keenakan karena baru pertama kali mengalaminya, biasanya hanya “ngocok” di kamar .

Aku menggapai tasku dan kuambil lilin yang tadi kubeli, dan menanyakan..

“Pake ini kuat gak?”
“Boleh dicoba tuch”, jawabnya dengan nada menantang hingga cukup membuatku bersemangat kembali.

Tanpa ragu aku kembali dengan membawa tambang berwarna merah, dan mulai dengan mengikat kedua tangan Mini di belakang punggungnya hingga ke siku, terus ke depan tubuh hingga membentuk “breast-bondage” yang ketat. Lalu kurebahkan Mini menungging di lantai, dan siksaan dimulai dengan mencambuki Mini dengan cambuk kulit, tapi tidak terlalu keras dan hanya bertujuan merangsangnya. Kemudian tubuhnya kubalik telentang. Pergelangan kaki kirinya diikat menyatu dengan pangkal paha, yang kemudian ditambatkan ke pinggir ruangan, sedangkan ikatan pada pergelangan kaki kanan ditambatkan ke atas, sehingga bagai sedang memamerkan vaginanya.

Kembali kucambuki tubuhnya dalam posisi begini. Mini mengerang keras dan meronta-ronta tapi ikatanku cukup kuat untuk dilawan seorang cewe hingga akhirnya Mini hanya bisa pasrah. Selanjutnya tubuh Mini kuikat dengan model “shibari”, di atas bondage-bra, sehingga payudaranya tampak menonjol. Dengan kedua tangannya yang terikat ke belakang, dia hanya bisa pasrah menerima cambukan bertubi-tubi pada kedua payudaranya. Begitu juga ketika kedua tonjolan itu masing-masing kujepit dengan penjepit jemuran berukuran besar. Kembali ujung-ujung cambuk mendarat ke arah perut dan payudaranya. Mini menjerit-jerit kesakitan, namun aku tetap tidak peduli dan terus mengayunkan cambuk, karena aku yakin dia juga menikmatinya walau sulit dijelaskan dari wajahnya di balik rasa sakitnya.

Kini pada ronde berikutnya aku membaringkan Mini di tengah ruangan, lalu aku berjalan mengitarinya dan mengambil semacam minyak untuk dioleskan ke sepasang payudaranya. Kemudian tetesan-tetesan lilin panas jatuh menimpa puting dan seluruh daerah payudaranya. Tubuhnya meronta-ronta berkelojotan menahan panas dan rasa nyeri. Setelah itu lapisan lilin itu kukelupas sehingga menghasilkan bentuk gundukan menyerupai payudaranya.

Tak tahan mendengar rintihan dan erangan Mini ditambah melihat gerakan Mini, “adik”-ku bangkit kembali dan kulepaskan ikatan tangan dan kaki Mini lalu kuambil dildo berbentuk kemaluan pria berukuran sedang dan kembali kusuruh Mini untuk menghisap penis (blow-job) aku.

Sebelumnya aku sudah memasangkan dildo ke anusnya dan kemudian meneteskan lilin panas ke pinggulnya. Rangsangan dildo dan panasnya lilin membuat Mini kian agresif melakukan blow-job nya.

Akhirnya aku mengeluarkan “lahar panas”-ku untuk kedua kalinya. Aku merebahkan Mini di ranjangnya dan tak terasa kami tertidur pulas karena kecapean, untung saja pada saat pulang dari BEC tadi kami sudah mengunci rapat semua pintu dan jendela.

Jam telah menunjukan pukul 5 dini hari. Mini masih tertidur pulas. Aku mengingat kejadian semalam sambil menyiapkan mie instant untuk sarapan pagi lalu setelah siap kubangunkan Mini, lalu kami makan sambil mengobrol di ruang makan.

“Gimana semalem?”, tanyaku.
“Gila lo puting gue masih sakit gara-gara lilin, tanggung jawab lo”, jawabnya sambil tersenyum.

Dari air mukanya aku tahu bahwa Mini menikmatinya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, lalu aku mengajak Mini mandi bersama tapi tentu saja tak lepas dari aktifitas BDSM kesukaan kami berdua.

Mini mulai kuikat bersujud di kamar mandi dan lalu kusuntikkan cairan ke dalam anusnya dengan menggunakan suntikan besar. Tidak puas dengan suntikan, aku memasukkannya dengan menggunakan selang infus.

Setelah 1 liter air di tabung habis, tabung kembali kuisi penuh dan terus dialirkan memasuki anusnya. Mini menggeliat tanpa daya menahan rasa mual akibat air yang menyesakkan tersebut.

Setelah berliter-liter air memasuki tubuhnya, selang kulepas. Karena sudah penuh, maka air itu memancur kembali keluar dari anusnya. Demikian kulakukan terus berulang-ulang, hingga akhirnya yang keluar bukan lagi hanya air bening, namun sudah bercampur dengan kotorannya. Aku sedikit merasa jijik tapi segera kubersihkan dan kutaruh badan Mini yang masih terikat di dalam bath-tub dan mulai merendamnya. Selama itu aku mandi dan menyiapkan diriku sendiri untuk acara selanjutnya. Setelah selesai, Mini kulepaskan ikatannya dan kusuruh untuk bersiap-siap juga.

Mini keluar dari kamar mandi dengan handuknya dan akan menuju kamarnya untuk berpakaian, tapi aku melarangnya dan langsung berkata bahwa aku akan pergi dan aku ingin memajang dirinya dalam posisi bondage yang lain. Mini bertanya aku akan pergi kemana, karena dia takut kalau aku kabur, tapi aku memberi jaminan dan janji bahwa aku akan balik lagi, maka Mini pun pasrah mau menerima siksaan berikutnya.

Kini Mini terbaring di lantai. Kedua tangannya kuikat terpisah masing-masing ke arah bawah, sedangkan kedua kakinya juga kuikat terpisah, namun masing-masing ke atas kepala, sehingga tubuhnya tertekuk sedemikian rupa dengan pinggul di udara, dan kedua lutut mengapit kepalanya. Dalam posisi seperti ini, dia bagaikan sedang memamerkan lubang duburnya yang menengadah ke udara. Tentu saja kondisi ini menimbulkan rasa pegal yang luar biasa.

Tak lupa aku memasangkan ball gag di mulutnya dan kutaruh mangkuk untuk menampung air liur yang keluar dari mulutnya. Pergilah aku dan kukunci pintu kamarnya dan rumah kos itu untuk beberapa saat. Aku cukup khawatir meninggalkan Mini sendirian dengan posisi tersebut, untung saja teman yang berjanji akan menemuiku membatalkan dan aku langsung meluncur ke tempat kos Mini kembali dan itu juga sudah hampir 1 jam sejak kutinggalkan Mini.

Aku langsung membuka ikatan yang menyebabkan tubuhnya sudah mulai membiru dan air liurnya sudah sebanyak setengah mangkuk lebih. Mini menangis dan tidak mau ditinggal olehku lagi. Aku tidak bisa berbicara lagi selain memeluknya. Kami mengamati garis-garis yang tampak jelas di badan Mini dan kami pun terbaring di ranjang kos sambil berbincang-bincang seputar BDSM yang telah dan akan kami lakuka

Belajar di Kost

Cerita Dewasa "Belajar Seks Di kamar Kos" –

 Ini dia pengalaman terindahku ketika aku bercinta dengan seorang gadis seksi bernama MINI. Berikut ini Cerita Dewasa tersebut:

Malam yang gelap,tidak ada aktivitas lage yang aku kerjakan setelah semua tugas-tugas kul kelar. Nonton Tv juga monoton saja,acara itu-itu aja ah bete,ngapain enaknya”Hp berdering si beb’,teman kampusku tlp.apalagi kalau bukan nanyain tugas dari Dosen A udah aku selesaikan belom,dasar gelo sering nyontek aku pekerjaannya tapi gak apa-apa demi teman.

Karena kesibukannya sendiri paling lali mengerjakan materi kul. Setelah trima tlp.usai utak-utik atau browsing di internet cari sohip-sohip dunia maya enak kali,mesti hanya memandang monitor tapi rasanya persahabatan tetep terjalin indah sampai aku berkenalan dengan wanita yang akan aku temui sebagai wujud kalau pertemanan ini tidak maya, Berawal dari email lalu SMS, aku berkenalan dengan Mini, panggilanku pada Dominique.

Kami sepakat untuk saling bertemu di sebuah kafe, daerah atas kota Bandung. Dari penampilan awalnya aku cukup tertarik, meskipun bodinya tergolong biasa-biasa saja tapi wajahnya yang sangat cute membuatku terdiam untuk sesaat.

Perawakan Mini kurang lebih tinggi 165 cm, 50 kg dengan kulit putih, rambut hitam lurus sebahu, sama-sama keturunan cina sepertiku juga dan berumur 20 tahun merupakan mahasiswa di sebuah universitas swasta di Bandung, ukuran payudaranya 34B dibalut dengan kaos ketat sungguh ideal.

Kami pun mulai mengobrol panjang di kafe tersebut dan pendek kata kami pun mulai serius tentang hubungan kami yang mungkin lain dari biasanya, yaitu kegiatan BDSM. Kuketahui juga Mini sudah tidak perawan karena pernah ML dengan cowonya yang sekarang tidak tahu ada dimana.

Mini terlihat sedikit nakal dan sesuai harapanku yang sedang mendalami bidang ini. Mini menganjurkan di tempat kosnya, karena katanya dalam 2-3 hari ke depan tidak ada orang lain karena pada mudik liburan. Aku pun setuju dan berjanji besok aku akan langsung datang ke tempat kosnya.

Hari yang telah ditentukan telah datang, aku pergi menuju 711, swalayan dekat kampusku, di sana aku membeli beberapa gulung tali pramuka, jepitan jemuran 1 pack, lilin merah besar yang biasa ada di kuil-kuil 2 buah, dan beberapa minuman. Siaplah aku menuju cafe yang telah ditentukan, aku dengan perlengkapan aku di tas sudah lengkap plus belanjaan tadi.

Meluncurlah aku dengan menggunakan motor bebekku ke tempat kos Mini. Aku mulai memperlahan laju motorku dan melihat alamat yang tertera di HP-ku, setelah beberapa lama kutemukan sebuah rumah tinggal yang dijadikan tempat kos.

“Biasa saja, lebih bagus kos gue”, pikirku.

Aku langsung menelepon Mini agar keluar dari tempat kosnya.

“It’s show time” dalam benakku.

Lalu aku melihat Mini keluar dengan pakaian senam yang masih basah keringat hingga membuatnya makin aduhai.

“Sori gue baru beres joging nih, masuk.., masuk”, kata Mini sambil membukakan gerbang.

Akupun mulai masuk dan celengak-celinguk melihat kos-an yang berisi 4 kamar layaknya rumah tinggal biasa.

“Beneran kaga ada sapa-sapa neh?”, tanyaku.
“Kaga ada, pembokat dah pulang dari tadi, now cuma ada lo ama gue, kapan neh mulainya?”, Jawab Mini.

Aku langsung mengeluarkan tasku dan Mini langsung ikut melihat barang yang kubawa.

“Hehe.. kok gituan aja seh, disini juga ada kaga usah repot-repot”, kata Mini sambil mengeluarkan kotak di kamarnya.
“Pake semua yang lu mau ke gue” jawabnya sambil memberikan kotak tersebut padaku.
“Wahh.., gila lo dapat dari mana semua alat ini?”, tanyaku karena baru kali ini aku melihat alat-alat penyiksaan yang biasanya hanya aku liat di internet.

“Jangan rewel, cepetan donk gue dah ga sabar lu bisa apa aja”, jawabnya.

Tanpa menjawab karena aku masih keasyikan melihat “barang-barang” yang sebagian masih tidak kuketahui fungsinya.

“OK., siplah ayo kita mulai”, jawabku.

Permainan dimulai, Mini hanya duduk melihatku meninjau tempat yang ingin aku gunakan.

“Sini lo, gue dapat tempat yang enak buat nyiksa lo”, kataku sambil tersenyum melihat lapangan basket dengan 1 tiang dengan luas 4×5 meter di ruangan tertutup belakang kos.

Aku mulai mengambil bambu bulat berukuran 1 1/2 meter dengan diameter 10 cm dan mengikat tangan Mini bersama bambu tersebut. Hasilnya tangan Mini terentang ke arah berlawanan seperti orang yang disalib. Belum puas dengan itu aku mengikat “shibari”, sehingga payudaranya tampak menonjol.

Mini merasa kesakitan terlihat dari wajahnya yang mulai merah, tapi saat kutanyakan Mini menjawab “Lanjutin aja gue nikmatin kok, jangan sungkan-sungkan gue kaga marah gue hepi kok” sambil tersenyum.

Akupun tidak tanggung-tanggung lagi langsung mengambil sepatu hak tinggi merahnya sekitar 10 cm, penjepit yang telah kubeli, ball gag di kotak Mini, dan sun block untuk kuoleskan pada kulit Mini karena rencanaku akan kujemur Mini di lapangan tersebut dalam waktu cukup lama, matahari masih cukup terik meskipun jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Setelah kuoleskan pada sekujur tubuhnya, aku memasangkan ball gag ke mulutnya.

Aku yakin Mini tidak akan bisa bersuara lagi. Kemudian sepatu tingginya untuk memberikan efek pegal dan kejang, aku mulai membuat simpul di bambu yang menempel di punggung Mini untuk digantung di tiang ring. Akhirnya Mini hanya menapak pada hak sepatu yang kecil dengan badan tergantung tanpa daya. Terakhir aku memasangkan penjepit di kedua belah puting, di ketiak, di paha, di perut, di bagian kemaluannya.

“Erghh. Hh.. Hh..”, kudengar erangan Mini tapi tidak kuhiraukan.
“Ok gue tinggal dulu, gue laper mo makan”, kataku dengan senyuman sambil memasangkan 2 jepitan tersisa di daun telinganya, langsung terlihat Mini berusaha melepasnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tapi percuma karena jepitannya cukup kuat.

Maka tinggalah Mini sendirian, karena aku sudah pergi untuk melihat-lihat “lokasi” berikutnya, lalu aku benar-benar pergi membeli makan tak jauh dari situ ada tempat makan nasi campur yang sudah jadi langgananku meskipun aku tidak kuliah di daerah tersebut.

Tak terasa aku sudah makan dan nonton TV, serasa pemilik rumah tersebut hingga sudah 1 jam lebih aku meninggalkan Mini. Sebenarnya aku bisa saja berbuat jahat, tapi jika aku hanya ingin kesenangan materi, aku sudah berkecukupan .

Kutengok Mini yang sudah bersimbah keringat semua baju senamnya sudah basah. Pertama kulepaas jepitan-jepitan yang terpasang.

“Aarrgg.. Hh..”, desah Mini karena aliran darahnya berjalan lagi.

Mini terlihat pucat, lemah sekali kehabisan tenaga karena “upacara” tadi. Kulepaskan juga ikatan pada bambu tapi tali shibari yang mengelilingi tubuhnya tak kulepas malah kutekukkan pergelangan tangan Mini ke bagian belakang dan kuikat, dadanya makin menonjol.

Sebenarnya aku cukup prihatin karena walau tak kuikatpun Mini sudah pasrah dan tidak akan kabur.

Aku tanya padanya, “Lo masih kuat gak?”, sambil kulepas ball gag yang menyisakan garis merah di pipinya.
“Gak papa kok gue cuma cape aja”, jawabnya sambil tersenyum kecil.

Kemudian kupapah dirinya ke kamarnya lalu kusuapi makan dan minum dengan kondisi tangan masih terikat.

“Sudah siap untuk selanjutnya?”, tanyaku setelah memberinya waktu istirahat setengah jam yang Mini lewatkan untuk rebahan di tempat tidurnya.
“Ok”, jawabnya lemah.

Lalu akupun mulai membuka semua ikatan yang ada di tubuh Mini. Meskipun aku sudah tidak tahan ingin ML dengan Mini aku masih kasihan melihat keadannya. Akupun memandikannya sambil meraba-raba sekujur tubuhnya dan membincangkan apa yang diinginkan Mini untuk permainan berikutnya.

Jam telah menunjukkan pukul 7 malam saat aku mengajak Mini makan keluar, minipun menyetujuinya dan Mini tidak kuperbolehkan memakai pakaian dalam baik bra ataupun CD, sebelum Mini menjawab, aku sudah memainkan lidahku di puting susunya yang mulai menegak dan terdengar desahan Mini.

“Lo boleh ikut tapi kukenakan ini ya”, kataku sambil mengambil rantai kecil dengan jepitan berskrup di kotak peralatan BDSM Mini.

Kukenakan di sebelah putingnya yang telah menonjol lama, lalu kukencangkan skrupnya sehingga aku yakin tidak akan lepas, tidak hanya itu, aku juga mulai foreplay di selangkangan Mini dengan lidah hingga cukup membuat Mini terangsang dan hampir orgasme karena kumainkan jemariku juga di kemaluannya. Aku berhenti tapi Mini merengek dan kukatakan agar bersabar, sambil tersenyum dan mengambil dildo berbentuk kapsul yang biasa ada di film jepang dengan kekuatan 2 batere kecil.

“Gue pakein ini juga OK”, ujarku sambil memasukkan dildo itu dalam vaginanya yang sudah basah sehingga mudah dimasuki.

Terakhir kuambil tali dan merapatkan Mini dan mengikat paha atasnya sehingga mainanku akan tetap berada di dalam kemaluan Mini. Aku lalu mengambil rok hitam ketat sebatas lutut untuk menutupi badan bawah Mini, aku tertawa kecil ketika aku menyuruh Mini berjalan bak artis melenggok di cat walk, karena Mini harus menyilangkan kakinya akibat ikatan tadi.

“Sip.. Deh OK kita pergi”, ajakku sambil kukenakan jaket bulu untuk menutupi badan Mini yang hanya dihiasi rantai.

Kami keluar dengan motorku. Sebelum berjalan, aku menyalakan switch on pada mainan yang “tertanam” tadi sehingga bergetar dan membuat Mini kehilangan tenaga. Di sepanjang jalan Mini memelukku dengan tangan yang tidak berhenti meremas-remas jaket aku.

“Dah mulai basah ya? Ga tahan ya?”, godaku. Mini tidak menjawab.

Tak lama kemudian kami berhenti di tukang jagung bakar di daerah Dago dan memesan makanan dan minuman. Kulihat Mini agak salah tingkah dan seperti maling takut ketahuan polisi, banyak gerakannya yang tidak lazim dan aku mengingatkannya sambil memeluknya.

“Anter gue beli pulsa ya di BEC”, suatu tempat elektronik di Bandung, pintaku.

Mini hanya mengiyakan dan aku sengaja membawa jalan-jalan karena aku tahu bahwa semakin banyak gerakan maka Mini makin terangsang jadinya. Mini berusaha bertindak sebiasa mungkin. Perlu diketahui pacarku masih pulang kampung dan aku sudah biasa jalan dengan cewe-cewe sehingga tidak takut kalau kepergok teman. Minipun karena baru masuk kuliah dia belum punya banyak teman dan dia bukan asli orang Bandung.

Pendek cerita kami berdua sudah sampai di tempat kos Mini lagi dan aku segera membuka jepitan di putingnya dan mengeluarkan dildo yang sudah basah. Kami berdua tidak tahan lagi hingga langsung saja kami melakukan ML dan setelah setengah jam aku mengeluarkan sperma di kondom, Kemudian dilepasnya kondom tersebut dan kusuruh Mini yang sudah terkulai lemas mengisap-isap kemaluanku.

“Aarrgg.. ngghh”, erangku keenakan karena baru pertama kali mengalaminya, biasanya hanya “ngocok” di kamar .

Aku menggapai tasku dan kuambil lilin yang tadi kubeli, dan menanyakan..

“Pake ini kuat gak?”
“Boleh dicoba tuch”, jawabnya dengan nada menantang hingga cukup membuatku bersemangat kembali.

Tanpa ragu aku kembali dengan membawa tambang berwarna merah, dan mulai dengan mengikat kedua tangan Mini di belakang punggungnya hingga ke siku, terus ke depan tubuh hingga membentuk “breast-bondage” yang ketat. Lalu kurebahkan Mini menungging di lantai, dan siksaan dimulai dengan mencambuki Mini dengan cambuk kulit, tapi tidak terlalu keras dan hanya bertujuan merangsangnya. Kemudian tubuhnya kubalik telentang. Pergelangan kaki kirinya diikat menyatu dengan pangkal paha, yang kemudian ditambatkan ke pinggir ruangan, sedangkan ikatan pada pergelangan kaki kanan ditambatkan ke atas, sehingga bagai sedang memamerkan vaginanya.

Kembali kucambuki tubuhnya dalam posisi begini. Mini mengerang keras dan meronta-ronta tapi ikatanku cukup kuat untuk dilawan seorang cewe hingga akhirnya Mini hanya bisa pasrah. Selanjutnya tubuh Mini kuikat dengan model “shibari”, di atas bondage-bra, sehingga payudaranya tampak menonjol. Dengan kedua tangannya yang terikat ke belakang, dia hanya bisa pasrah menerima cambukan bertubi-tubi pada kedua payudaranya. Begitu juga ketika kedua tonjolan itu masing-masing kujepit dengan penjepit jemuran berukuran besar. Kembali ujung-ujung cambuk mendarat ke arah perut dan payudaranya. Mini menjerit-jerit kesakitan, namun aku tetap tidak peduli dan terus mengayunkan cambuk, karena aku yakin dia juga menikmatinya walau sulit dijelaskan dari wajahnya di balik rasa sakitnya.

Kini pada ronde berikutnya aku membaringkan Mini di tengah ruangan, lalu aku berjalan mengitarinya dan mengambil semacam minyak untuk dioleskan ke sepasang payudaranya. Kemudian tetesan-tetesan lilin panas jatuh menimpa puting dan seluruh daerah payudaranya. Tubuhnya meronta-ronta berkelojotan menahan panas dan rasa nyeri. Setelah itu lapisan lilin itu kukelupas sehingga menghasilkan bentuk gundukan menyerupai payudaranya.

Tak tahan mendengar rintihan dan erangan Mini ditambah melihat gerakan Mini, “adik”-ku bangkit kembali dan kulepaskan ikatan tangan dan kaki Mini lalu kuambil dildo berbentuk kemaluan pria berukuran sedang dan kembali kusuruh Mini untuk menghisap penis (blow-job) aku.

Sebelumnya aku sudah memasangkan dildo ke anusnya dan kemudian meneteskan lilin panas ke pinggulnya. Rangsangan dildo dan panasnya lilin membuat Mini kian agresif melakukan blow-job nya.

Akhirnya aku mengeluarkan “lahar panas”-ku untuk kedua kalinya. Aku merebahkan Mini di ranjangnya dan tak terasa kami tertidur pulas karena kecapean, untung saja pada saat pulang dari BEC tadi kami sudah mengunci rapat semua pintu dan jendela.

Jam telah menunjukan pukul 5 dini hari. Mini masih tertidur pulas. Aku mengingat kejadian semalam sambil menyiapkan mie instant untuk sarapan pagi lalu setelah siap kubangunkan Mini, lalu kami makan sambil mengobrol di ruang makan.

“Gimana semalem?”, tanyaku.
“Gila lo puting gue masih sakit gara-gara lilin, tanggung jawab lo”, jawabnya sambil tersenyum.

Dari air mukanya aku tahu bahwa Mini menikmatinya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, lalu aku mengajak Mini mandi bersama tapi tentu saja tak lepas dari aktifitas BDSM kesukaan kami berdua.

Mini mulai kuikat bersujud di kamar mandi dan lalu kusuntikkan cairan ke dalam anusnya dengan menggunakan suntikan besar. Tidak puas dengan suntikan, aku memasukkannya dengan menggunakan selang infus.

Setelah 1 liter air di tabung habis, tabung kembali kuisi penuh dan terus dialirkan memasuki anusnya. Mini menggeliat tanpa daya menahan rasa mual akibat air yang menyesakkan tersebut.

Setelah berliter-liter air memasuki tubuhnya, selang kulepas. Karena sudah penuh, maka air itu memancur kembali keluar dari anusnya. Demikian kulakukan terus berulang-ulang, hingga akhirnya yang keluar bukan lagi hanya air bening, namun sudah bercampur dengan kotorannya. Aku sedikit merasa jijik tapi segera kubersihkan dan kutaruh badan Mini yang masih terikat di dalam bath-tub dan mulai merendamnya. Selama itu aku mandi dan menyiapkan diriku sendiri untuk acara selanjutnya. Setelah selesai, Mini kulepaskan ikatannya dan kusuruh untuk bersiap-siap juga.

Mini keluar dari kamar mandi dengan handuknya dan akan menuju kamarnya untuk berpakaian, tapi aku melarangnya dan langsung berkata bahwa aku akan pergi dan aku ingin memajang dirinya dalam posisi bondage yang lain. Mini bertanya aku akan pergi kemana, karena dia takut kalau aku kabur, tapi aku memberi jaminan dan janji bahwa aku akan balik lagi, maka Mini pun pasrah mau menerima siksaan berikutnya.

Kini Mini terbaring di lantai. Kedua tangannya kuikat terpisah masing-masing ke arah bawah, sedangkan kedua kakinya juga kuikat terpisah, namun masing-masing ke atas kepala, sehingga tubuhnya tertekuk sedemikian rupa dengan pinggul di udara, dan kedua lutut mengapit kepalanya. Dalam posisi seperti ini, dia bagaikan sedang memamerkan lubang duburnya yang menengadah ke udara. Tentu saja kondisi ini menimbulkan rasa pegal yang luar biasa.

Tak lupa aku memasangkan ball gag di mulutnya dan kutaruh mangkuk untuk menampung air liur yang keluar dari mulutnya. Pergilah aku dan kukunci pintu kamarnya dan rumah kos itu untuk beberapa saat. Aku cukup khawatir meninggalkan Mini sendirian dengan posisi tersebut, untung saja teman yang berjanji akan menemuiku membatalkan dan aku langsung meluncur ke tempat kos Mini kembali dan itu juga sudah hampir 1 jam sejak kutinggalkan Mini.

Aku langsung membuka ikatan yang menyebabkan tubuhnya sudah mulai membiru dan air liurnya sudah sebanyak setengah mangkuk lebih. Mini menangis dan tidak mau ditinggal olehku lagi. Aku tidak bisa berbicara lagi selain memeluknya. Kami mengamati garis-garis yang tampak jelas di badan Mini dan kami pun terbaring di ranjang kos sambil berbincang-bincang seputar BDSM yang telah dan akan kami lakuka

Geisha Pasienku Yang Cantik

Geisha Pasienku Yang Cantik

Sebut saja namaku Adimas, seorang pemuda yang lahir 29 tahun yang lalu di sebuah desa di lereng gunung lawu jawa tengah, tawang mangu tepatnya aku dilahirkan dari sebuah keluarga petani sayur yang bisa dibilang terpandang di kampungku. Hal tersebut terjadi karena orangtuaku adalah pemilik mayoritas tanah di lereng gunung yang dingin itu.

Selepas menamatkan pendidikanku di mts (setara smu) di sekitar tempat tinggalku, kulanjutkan pendidikanku ke ungaran di sebuah sekolah kesehatan ternama di kota itu, sesuai cita citaku untuk mengabdikan hidupku untuk membantu sesama, terutama kaum menengah kebawah seperti penduduk di kampong tempat tinggalku.

Empat tahun sudah aku menjalani pendidikan di sekolah tersebut yang kulalui dengan sungguh sungguh, berharap dapat lulus dengan nilai yang memuaskan, sehingga dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan sesuai yang aku harapkan.

Sudah tiga tahun aku lulus dari sekolah kesehatan, dan selama itu pula aku bekerja di sebuah rumah sakit di semarang. Karena pada saat aku lulus dengan peringkat ke tujuh dari 500 siswa, rumahsakit tempat aku magang dahulu langsung merekomendasikan aku ntuk menjadi karyawannya, walaupun masih phl (petugas harian lepas) tapi aku sangat bersyukur waktu itu.

Dua tahun kemudian aku diangkat sebagai pegawai negeri dan di tempatkan di sebuah rumah sakit jiwa yang masih berada di wilayah semarang. Seketika pada saat aku menerima skep pengangkatanku di rumah sakit jiwa aku menyesal. Apa yang harus ku perbuat dengan orang orang yang menderita gangguan jiwa disana, bisa bisa aku malah ikutan jadi gila. Singkat kata kujalani saja pekerjaanku dengan penuh rasa tanggung jawab dan dedikasi hingga saat ini menginjak tahun ke dua.

Siang itu giliranku piket jaga untuk 24 jam kedepan, sekira jam sepuluh pagi telepon di ruang piket berdering, setelah kuangkat ada permintaan penjemputan seorang pasien yang diduga menderita gangguan jiwa. Dari permintaan seseorang diseberang alat telepon yang mengaku anggota kepolisian meminta pihak rumah sakit menyediakan peralatan untuk menenangkan dan membawa pasien ke rumah sakit. Beberapa saat setelah melakukan procedural pelaksanaan tugas kami bergegas menuju lokasi di sebuah kota di daerah magelang.

Dari informasi sementara dari yang kami terima, calon pasien kami adalah seorang remaja putri berusia dua puluh satu tahun yang menderita gangguan jiwa dengan dugaan sementara karena telah direnggut kegadisannya oleh kekasihnya yang kini sirna entah kemana...

Sampai dilokasi kami langsung disambut oleh isak tangis keluarga yang memohon kesembuhan bagi putrinya. Dari keterangan petugas kepolisian dan dari orang tua pasien geisha telah menjalin hubungan dengan andi yang kini pergi setelah berhasil menggagahi putrinya, walau kemungkinan kehamilan itu belum jelas namun trauma yang diderita geisha seorang gadis dengan kulit putih dan badan yang montok itu sedemikian berat, sehingga dalam sakitnya dia mengancam semua orang yang mendekatinya karena khawatir akan memutuskan hubungannya dengan andi pacarnya.

“Tolong sembuhkan anak kami pak” sepatah kata yang terlontar dari mulut seorang ibu disela isak tangisnya.

Setelah melakukan pengamatan, saya dan satu rekan saya bambang memutuskan untuk memberikan suntikan penenang kepada geisha demi kemudahan perjalanan kami, dan setelah mendapatkan persetujuan dari keluarga persiapan tindakan kami lakukan. Aku mengeluarkan satu ampule deazepamp dan spetnya sedangkan bambang dengan senyum ramah berusaha mendekati geisha yang dari tadi terus memeluk bantal sambil memanggil nama andi...

Dengan cepat bambang menindih tubuh geisha dan menarik tangan kanannya ke sisi untuk memberikan ruang bagiku untuk menyuntikkan obat penenang ke nadi geisha. Lima belas detik kemudian usaha geisha untuk meronta melepaskan pegangan bambang pun melemah dan ……………. Dia tertidur dalam pengaruh obat penenang. Berdua kami menggendong tubuh geisha yang kini lemas ke dalam mobil khusus expedisi pasien. Kami baringkan geisha di bagian belakan kendaraan dan kami kunci pintu nya dari luar.

“ada yang mau ikut mengantar?” tanyaku kepada keluarga ketika akan meninggalkan rumah geisha.

“iya pak, tapi kami pakai mobil sendiri karena nanti sore kami harus kembali kesini” jawab ayah geisha.

Rombongan mobil berjalan beriringan dengan mobil kami berada di posisi paling depan. Dalam perjalanan sesekali aku harus mengontrol kondisi geisha karena khawatir kalau pengaruh obat penenang itu pudar walaupun sebenarnya sudah kupersiapkan untuk lima jam perjalanan. Ketika kulakukan pengecekan, terlintas dalam benakku ternyata geisha adalah gadis yang cantik... Owhh,dengan rambut lurus sebahu... tinggi badan tak kurang dari 160 cm ditambah badan yang montok... Benar benar gadis yang cantik, bisikku.

“mbang, pasien kita cantik lho mbang” kataku kepada bambang yang sibuk mengendalikan kemudi.

“iya, tapi sayang gila” jawabnya tanpa ekspresi sedikitpun.

Hmm.………… sejenak kunikmati ayu wajah geisha, ingin rasanya kuremas buah dada montok yang menyembul dari kaos putih yang dikenakan geisha. Dalam benakku “lho kan ni mobil kan nggak ada jendela” so nggak mungkin orang diluar melihat apa yang ku lakukan. Sedangkan bambang?? ... fokus ke kemudi pikirku.

Iseng kuraba buah dada geisha yang terlihat menantang dibalik tulisan guess di kaos ketatnya. Geisha diam saja ketika jari ku mulai menjelajah ke vagina mungil yang dibalut celana jeans hitam, hanya kepala dan badannya yang bergoyang – goyang karena gerakan kendaraan. Benar benar useless ni cewek, membuatku semakin tak bisa menahan diri. Kurubah posisi tangan geisha ke atas kepala dan mengikatkannya kepada besi pengait yang ada di atas dragbar, kutarik keatas kaos putihnya sehingga nampaklah sepasang buah dada nan indah menyembul dari balik kaos itu. Kukulum dan kuhisap putingnya, kumainkan dengan penuh nafsu dan geisha tetap terlelap dalam pengaruh obat penenang.

Kulepaskan perlahan kancing dan dengan hati hati kuturunkan celana nya, ampun…. Terpampang dihadapan ku sebuah pemandangan yang selama ini hanya ada dalam benakku, kemaluannya sungguh indah ..... dengan bulu halus menghiasi atasnya... Kujilati dan kuhisap klitoritsnya .... sambil kedua tanganku memainkan putting merah geisha yang kini mulai agak mengeras. Sedikit lenguhan keluar dari mulut mungil geisha ketika kujulurkan lidahku memasuki liang kemaluannya.

Sejenak aku takut dengan tindakanku...... tapi, ..... toh geisha kan udah nggak perawan minimal itu keterangan dari orang tua dan pihak kepolisian. Jadi “it’s ok babe” kuturuti nafsuku yang kini sudah ada di ubun ubun,

.....kubuka restleting celana seragamku dan kukeluarkan batang kemaluanku yang kini sudah mengeras. Kuangkat sedikit tubuh geisha sehingga kepalanya mendongak keatas, kubuka mulutnya dan sangat kunikmati hangatnya mulut geisha ketika batang penisku masuk ke dalam mulutnya. Dengan mata yang masih terpejam geisha seakan menikmati juga kerasnya kemaluanku di dalam mulutnya...

Puas melakukan oral di mulut geisha, kini tujuan utamaku adalah kemaluannya yang indah. Kuambil posisi sejajar dengan geisha dan dengan perlahan kudorong masuk kepala penis ke dalam vagina geisha. Agak susah, mungkin karena baru beberapa kali aja di menerima tamu penis laki laki. Uh…… geisha melenguh dengan sedikit mengangkat kepala, namun kembali dia terlelap dalam buai deazepamp. Kutarik sedikit penisku dan kembali kudorong dengan tekanan yang lebih kuat, kuulang beberapa kali dan akhirnya lancer juga walau agak sesak.

Dengan penuh nafsu yang meracuniku telah kucumbu kujilat dan kusetubuhi pasien ku dalam keadaan tak sadarkan diri. Dan aku tak menyesal, hinggak akhirnya aku mencapai klimaks dan kubuang seluruh spermaku diatas tubuh geisha yang masih tergolek tak berdaya.

Setelah merapikan pakaianku sendiri, kukenakan kembali pakaian yang dikenakan geisha mulai dari celana calam, jeans dan terakhir kaos putihnya setelah sebelumnya kubersihkan tubuhnya dengan cairan alcohol (supaya bau spermanya hilang). Ketika aku kembali duduk di bangku depan kendaraan kami sudah sampai semarang.

Hh……………. Hampir sampai, bisikku.

“gimana ? cantik” Tanya bambang mengagetkanku.

“yup” jawabku singkat. 

Pura Pura Jadi Suami

Pura Pura Jadi Suami

Cerita mesum dari ajang pesta seks ini terjadi sekitar beberapa hari yang lalu yang dari awal aku memulai hubungan selingkuh dengan istri dari teman di kantorku. Sampai akhirnya dia memperkenalkan aku dengan teman yang suaminya orang kaya dimana dia promosi ke temanya bahwa aku memiliki tongkol yang besar dan temanya itu ingin sekali bercinta rame-rame, bagaimana kisah selanjutnya ?

Aku sedang menyantap makan siang di sebuah cafe yang terletak di lantai dasar gedung kantorku. Hari itu aku ditemani Pak Erwan, manajer IT perusahaanku dan Lia, sekretarisku. Biasanya aku makan siang hanya dengan Lia, sekretarisku, untuk kemudian dilanjutkan dengan acara bobo siang sejenak sebelum kembali lagi ke kantor. Tetapi hari itu sebelum aku pergi, Pak Erwan ingin bertemu untuk membicarakan proyek komputerisasi, sehingga aku ajak saja dia untuk bergabung menemaniku makan siang.

Aku dan Pak Erwan berbincang-bincang mengenai proyek implementasi software dan juga tambahan hardware yang diperlukan. Memang perusahaanku sedang ingin mengganti sistem yang lama, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan yang terus berkembang. Sedangkan Lia sibuk mencatat pembicaraan kita berdua.

Sedang asyik-asyiknya menyantap steak yang kupesan, tiba-tiba HPku berbunyi. Kulihat caller idnya.. Dari Santi.

“Hallo Pak Robert. Kapan nih kesini lagi” suara merdu terdengar diseberang sana.

“Oh iya. Nanti sebentar lagi saya ke sana. Saya sedang makan siang nih. Bapak tunggu sebentar ya” jawabku.

“He.. He.. Sedang nggak bisa ngomong ya Pak” Santi menggoda.

“Betul Pak.. OK sampai ketemu sebentar lagi ya” kataku sambil menutup pembicaraan.

“Dari klien” kataku.

Aku sangat hati-hati tidak mau affairku dengan Santi tercium oleh mereka. Hal ini mengingat Pak Arief, suami Santi, adalah manajer keuangan di kantorku. Kebetulan Pak Arief ini sedang aku kirim training ke Singapore, sehingga aku bisa leluasa menikmati istrinya.

Seusai menikmati makan siang, aku berkata pada Lia bahwa aku akan langsung menuju tempat klienku. Seperti biasa, aku minta supaya aku tidak diganggu kecuali kalau ada emergency. Kamipun berpisah.. Mereka kembali ke lantai atas untuk bekerja, sedangkan aku langsung menuju tempat parkir untuk berangkat mengerjai istri orang he.. He..

Setelah kesal karena terjebak macet, sampai jugalah aku di rumah Santi. Hari sudah menjelang sore. Bayangkan saja, sudah beberapa jam aku di jalan tadi. Segera kuparkirkan Mercy silver metalik kesayanganku, dan memencet bel rumahnya. Santi sendiri yang membukakan pintu. Dia tersenyum gembira melihat kedatanganku.

“Aih.. Pak Robert kok lama sih” katanya.

“Iya.. Tadi macet total tuh.. Rumah kamu sih jauh.. Mungkin di peta juga nggak ada” candaku.

“Bisa aja Pak Robert..” jawab Santi sambil tertawa kecil.

Dia tampak cantik dengan baju “you can see” nya yang memperlihatkan lengannya yang mulus. Buah dadanya tampak semakin padat dibalik bajunya. Mungkin karena sudah beberapa hari ini aku remas dan hisap sementara suaminya aku “asingkan” di negeri tetangga.

Kamipun masuk ke dalam rumah dan aku langsung duduk di sofa ruang keluarganya. Santi menyuguhkan orange juice untuk menghilangkan dahagaku. Nikmat sekali meminum orange juice itu setelah lelah terjebak macet tadi. Dahagakupun langsung hilang, tetapi setelah melihat Santi yang cantik, dahagaku yang lainpun muncul. Aku masih bernafsu melihat Santi, meskipun telah lima hari berturut-turut aku setubuhi dia.

Kucium bibirnya sambil tanganku mengelus-elus pundaknya. Ketika aku akan membuka bajunya, dia menahanku.

“Pak.. Santi ada hadiah nih untuk bapak”

“Apaan nih?” jawabku senang.

“Ini ada teman Santi yang mau kenal sama bapak. Orangnya cantik banget.”

Lalu dia bercerita kalau dia berkenalan dengan seorang wanita, Susan, saat dia sedang berolahraga di gym. Setelah mulai akrab, merekapun bercerita mengenai kehidupan seks mereka. Singkat cerita, Susan menawarkan untuk berpesta seks sambil bertukar pasangan di rumah mereka.

“Dia ingin coba ini bapak. Katanya belum pernah lihat yang sebesar punya Pak Robert” kata Santi sambil meraba-raba kemaluanku.

“Saya sih OK saja” jawabku riang.

“Oh ya.. Nanti pura-pura saja Pak Robert suamiku” kata Santi sambil pamit untuk menelpon kenalan barunya itu.

Aku dan Santi kemudian meluncur menuju rumah Susan di kawasan Kemang. Untung jalanan Jakarta sudah agak lengang. Tak lama kamipun sampai di rumahnya yang luas. Seorang satpam tampak membukakan pintu garasi. Santipun menjelaskan kalau kami sudah ada janji dengan majikannya. Susan menyambut kami dengan ramah.

“Ini perkenalkan suami saya”

Seorang laki-laki paruh baya dengan kepala agak botak memperkenalkan diri. Namanya Harry, seorang pengusaha properti yang sukses. Santipun memperkenalkan diriku pada mereka.

Aku kagum pada rumah mereka yang sangat luas. Dengan perabot-perabot yang mahal, juga koleksi lukisan-lukisan pelukis terkenal yang tergantung di dinding. Bayangkan saja betapa kayanya mereka, karena orang sekelas aku saja kagum melihat rumahnya yang sangat wah itu.

Tetapi aku lebih kagum melihat Susan. Wanita ini memang cantik sekali. Terutama kulitnya yang putih dan mulus sekali. Ibaratnya kalau dihinggapi nyamuk, si nyamuk akan jatuh tergelincir. Disamping itu bodynya tampak seksi sekali dengan buah dada yang besar dan bentuk tubuh yang padat. Sekilas mengingatkan aku pada bintang film panas di jaman tahun 80-an.. Entah siapa namanya itu.

Merekapun menyuguhkan makan malam. Kamipun bercerita basa-basi ngalor ngidul sambil menikmati hidangan yang disediakan. Ditengah makan malam itu, Santi pamit untuk ke toilet. Dengan matanya dia mengajakku untuk mengikuti dia.

“Pak, habis ini pulang aja yuk” kata Santi berbisik perlahan setelah keluar dari ruang makan.

“Kenapa?” tanyaku.

“Habisnya Santi nggak nafsu lihat Pak Harry itu. Sudah tua, botak, perutnya buncit lagi”.

Aku tertawa geli dalam hati. Tetapi aku tentu saja tidak menyetujui permintaan Santi. Aku sudah ingin menikmati istri Pak Harry yang cantik sekali seperti boneka itu. Kupaksa saja Santi untuk kembali ke ruang makan.

Setelah makan, kamipun ke ruang keluarga sambil nonton video porno untuk membangkitkan gairah kami. Tak lama, seorang gadis pembantu kecil datang untuk menyuguhkan buah-buahan. Tetapi mungkin karena kaget melihat adegan di layar TV home theater itu, tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas kristal sehingga pecah berkeping-keping. Kulihat tampak Susan melotot memarahi pembantunya itu, sedangkan si pembantu kecil itu tampak ketakutan sambil meminta maaf berkali-kali.

Adegan di TV tampak semakin hot saja. Tampak Pak Harry mulai mengerayangi tubuh Santi di sofa seberang. Sedangkan Santi tampak ogah-ogahan melayaninya.

“Sebentar Pak.. Santi mau lihat filmnya dulu”

Aku tersenyum mendengar alasan Santi ini. Sementara itu Susan minta ijin ke dapur sebentar. Akupun mencoba menikmati adegan di layar TV. Meskipun sebenarnya aku tidak perlu lihat yang seperti ini, mengingat tubuh Susan sudah sangat mengundang gairahku. Tak lama akupun merasa ingin buang air kecil, sehingga akupun pamitan ke belakang.

Setelah dari toilet, aku berjalan melintasi dapur untuk kembali ke ruang keluarga. Kulihat di dalam, Susan sedang berkacak pinggang memarahi gadis kecil pembantunya tadi.

“Ampun non.. Sri nggak sengaja” si gadis kecil memohon belas kasihan pada majikannya, Susan yang cantik itu.

“Nggak sengaja nggak sengaja. Enak saja kamu bicara ya. Itu gelas harganya lebih dari setahun gaji kamu tahu!!” bentak Susan.

“Gajimu aku potong. Biar tau rasa kamu..”

Si gadis kecil itu terdiam sambil terisak-isak. Sementara wajah Susan menampakkan kepuasan setelah mendamprat pembantunya habis-habisan. Mungkin betul kata orang, kalau wanita kurang dapat menyalurkan hasrat seksualnya, cenderung menjadi pemarah. Melihat adegan itu, aku kasihan juga melihat si gadis pembantu itu. Tetapi entah mengapa justru hasrat birahiku semakin timbul melihat Susan yang sepertinya lemah lembut dapat bersikap galak seperti itu.

“Dasar bedinde.. Verveillen!!” Susan masih terus berkacak pinggang memaki-maki pembantunya. Dengan tubuh yang putih bersih dan tinggi, kontras sekali melihat Susan berdiri di depan pembantunya yang kecil dan hitam.

“Ampun non.. Nggak akan lagi non..”

“Oh Pak Robert..” kata Susan ketika sadar aku berada di pintu dapur. Diturunkannya tangan dari pinggangnya dan beranjak ke arahku.

“Sedang sibuk ya?” godaku.

“Iya nih sedang kasih pelajaran ik punya pembantu” jawabnya sambil tersenyum manis.

“Yuk kita kembali” lanjutnya.

Kamipun kembali ke ruang keluarga. Kulihat Santi masih menonton adegan di layar sementara Pak Harry mengelus-elus pahanya. Aku dan Susanpun langsung berciuman begitu duduk di sofa. Aku melakukan “french kiss” dan Susanpun menyambut penuh gairah.

Kutelusuri lehernya yang jenjang sambil tanganku meremas buah dadanya yang membusung padat. Susanpun melenguh kenikmatan. Tangannya meremas-remas kemaluanku. Dia kemudian jongkok di depanku yang masih duduk di sofa, sambil membuka celanaku. Celana dalamku dielusnya perlahan sambil menatapku menggoda. Kemudian disibakkannya celana dalamku ke samping sehingga kemaluankupun mencuat keluar.

“Oh..my god.. Bener kata Santi.. Very big.. I like it..” katanya sambil menjilat kepala kemaluanku.

Kemudian dibukanya celana dalamku, sehingga kemaluankupun bebas tanpa ada penghalang sedikitpun di depan wajahnya. Dielus-elusnya seluruh kemaluan termasuk buah zakarku dengan tangannya yang halus. Tingkah lakunya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.

Kemaluankupun mulai dihisap mulut Susan dengan rakus. Sambil mengulum dan menjilati kemaluanku, Susan mengerang,emmhh.. emhh, seperti seseorang yang sedang memakan sesuatu yang sangat nikmat. Kuelus-elus rambutnya yang hitam dan diikat ke belakang itu.

Sambil menikmati permainan oral Susan, kulihat suaminya sedang mendapat handjob dari Santi. Tampak Santi mengocok kemaluan Pak Harry dengan cepat, dan tak lama terdengar erangan nikmat Pak Harry saat dia mencapai orgasmenya. Santipun kemudian meninggalkan Pak Harry, mungkin dia pergi ke toilet untuk membersihkan tangannya.

Sementara itu Susan masih dengan bernafsu menikmati kemaluanku yang besar. Memang kalau kubandingkan dengan kemaluan suaminya, ukurannya jauh berbeda. Apalagi setelah dia mengalami orgasme, tampak kemaluan Pak Harry sangat kecil dan tertutup oleh lemak perutnya yang buncit itu. Tak heran bila istrinya sangat menikmati kemaluanku.

Tak lama Santipun kembali muncul di ruang itu, dan menghampiriku. Susan masih berjongkok di depanku sambil mempermainkan lidahnya di batang kemaluanku. Santi duduk di sampingku dan mulai menciumiku. Dibukanya bajuku dan puting dadakupun dihisapnya. Nikmat sekali rasanya dihisap oleh dua wanita cantik istri orang ini. Seorang di atas yang lainnya di bawah. Sementara Pak Harry tampak menikmati pemandangan ini sambil berusaha membangkitkan kembali senjatanya yang sudah loyo.

Kuangkat baju Santi dan juga BHnya, sehingga buah dadanya menantang di depan wajahku. Langsung kuhisap dan kujilati putingnya. Sementara tanganku yang satu meremas buah dadanya yang lain. Sementara Susan masih mengulum dan menjilati kemaluanku.

Setelah puas bermain dengan kemaluanku, Susan kemudian berdiri. Dia kemudian melepaskan pakaiannya hingga hanya kalung berlian dan hak tingginya saja yang masih melekat di tubuhnya. Buah dadanya besar dan padat menjulang, dengan puting yang kecil berwarna merah muda. Aku terkagum dibuatnya, sehingga kuhentikan kegiatanku menghisapi buah dada Santi. Susan kemudian menghampiriku dan kamipun berciuman kembali dengan bergairah.

“Ayo isap susu ik ” pintanya sambil menyorongkan buah dada sebelah kanannya ke mulutku. Tak perlu dikomando lagi langsung kuterkam buah dadanya yang kenyal itu. Kuremas, kuhisap dan kujilati sepuasnya. Susanpun mengerang kenikmatan.

Setelah itu, dia kembali berdiri dan kemudian berbalik membelakangiku. Diapun jongkok sambil mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang berambut tipis itu. Kamipun bersetubuh dengan tubuhnya duduk di atas kemaluanku menghadap suaminya yang masih berusaha membangunkan perkakasnya kembali. Kutarik tubuhnya agak kebelakang sehingga aku dapat menciumi kembali bibirnya dan wajahnya yang cantik itu.

“Eh.. Eh.. Eh..” dengus Susan setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Aku terus menyetubuhinya sambil meremas-remas buah dadanya dan sesekali menjilati dan menciumi pundaknya yang mulus.

Sementara itu Santi bersimpuh di ujung sofa sambil meraba-raba buah zakarku, sementara aku sedang menyetubuhi Susan. Terkadang dikeluarkannya kemaluanku dari vagina Susan untuk kemudian dikulumnya. Setelah itu Santi memasukkan kembali kemaluanku ke dalam liang surga Susan.

Setelah beberapa menit, aku berdiri dan kuminta Susan untuk menungging di sofa. Aku ingin menggenjot dia dari belakang. Kusetubuhi dia “doggy-style” sampai kalung berlian dan buah dadanya yang besar bergoyang-goyang menggemaskan. Kadang kukeluarkan kemaluanku dan kusodorkan ke mulut Santi yang dengan lahap menjilati dan mengulumnya. Benar-benar nikmat rasanya menyetubuhi dua wanita cantik ini.

“Ahh.. Yes.. Yes.. Aha.. Aha.. That’s right.. Aha.. Aha..” begitu erangan Susan menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Hal itu menambah suasana erotis di ruangan itu.

Sementara Pak Harry rupanya telah berhasil membangunkan senjatanya. Dihampirinya Santi dan ditariknya menuju sofa yang lain di ruangan itu. Santipun mau tak mau mengikuti kemauannya. Memang sudah perjanjian bahwa aku bisa menikmati istrinya sedangkan Pak Harry bisa menikmati “istriku”.

Sementara itu, aku masih menggenjot Susan secara doggy-style. Sesekali kuremas buah dadanya yang berayun-ayun akibat dorongan tubuhku. Kulihat Pak Harry tampak bernafsu sekali menyetubuhi Santi dengan gaya missionary. Tak beberapa lama kudengar erangan Pak Harry. Rupanya dia sudah mencapai orgasme yang kedua kalinya.

Santipun tampak kembali pergi meninggalkan ruangan. Sementara aku masih menyetubuhi Susan dari belakang sambil berkacak pinggang. Setelah itu kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia lagi, kali ini dari depan. Sesekali kuciumi wajah dan buah dadanya, sambil terus kugenjot vaginanya yang sempit itu.

“Ohh.. Aha.. Aha.. Ohh god.. I love your big cock..” Susan terus meracau kenikmatan.

Tak lamapun tubuhnya mengejang dan dia menjerit melepaskan segala beban birahinya. Akupun sudah hampir orgasme. Aku berdiri di depannya dan kusuruh dia menghisap kemaluanku kembali. Sementara, aku lirik ke arah Pak Harry, dia sedang memperhatikan istrinya mengulumi kemaluanku. Kuremas rambut Susan dengan tangan kiriku, dan aku berkacak pinggang dengan tangan kananku.

Tak lama akupun menyemburkan cairan ejakulasiku ke mulut Susan. Diapun menelan spermaku itu, walaupun sebagian menetes mengenai kalung berliannya. Diapun menjilati bersih kemaluanku.

“Thanks Robert.. I really enjoyed it” katanya sambil membersihkan bekas spermaku di dadanya.

“No problem Susan.. I enjoyed it too.. Very much” balasku.

Setelah itu, kamipun kembali mengobrol beberapa saat sambil menikmati desert yang disediakan. Kamipun berjanji untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat.

Dalam perjalanan pulang, Santi tampak kesal. Dia diam saja di dalam mobil. Akupun tidak begitu menghiraukannya karena aku sangat puas dengan pengalamanku tadi. Akupun bersenandung kecil mengikuti alunan suara Al Jarreau di tape mobilku.

“We’re in this love together..”

“Kenapa sih sayang?” tanyaku ketika kami telah sampai di depan rumahnya.

“Pokoknya Santi nggak mau lagi deh” katanya.

“Habis Santi nggak suka sama Pak Harry. Udah gitu mainnya cepet banget. Santi nanggung nih.”

Akupun tertawa geli mendengarnya.

“Kok ketawa sih Pak Robert.. Ayo.. Tolongin Santi dong.. Santi belum puas.. Tadi Santi horny banget lihat bapak sama Susan make love” rengeknya.

“Wah sudah malam nih.. Besok aja ya.. Lagian saya ada janji sama orang”.

“Ah.. Pak Robert jahat..” kata Santi merengut manja.

“Besok khan masih ada sayang” hiburku.

“Tapi janji besok datang ya..” rengeknya lagi saat keluar dari mobilku.

“OK so pasti deh.. Bye”

Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa-siapa lagi malam itu. Hanya saja aku segan memakai Santi setelah dia disetubuhi Pak Harry tadi. Setidak-tidaknya dia harus bersih-bersih dulu.. He.. He.. Mungkin besok pagi saja aku akan menikmatinya kembali, karena Pak Arief toh masih beberapa hari lagi di luar negeri.

Kukebut mobilku mengarungi jalan tol di dalam kota. Semoga saja aku masih dapat melihat film bagus tayangan HBO di TV nanti.

Nisa Namaku


Perkenalkan namaku Nisa, umurku 22 tahun.  Saat ini aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota j, semester 6.  Di kota j, aku dan kakakku mengontrak sebuah rumah dengan 2 kamar dan 1 kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, dan dapur.  Sebagai gambaran, aku berkulit kuning langsat (masih keturunan tionghoa), tinggiku 164 cm dan berat 63 kg dengan ukuran bra 34B.  Aku anak kedua dari 2 bersaudara, kakakku cowok masih duduk di bangku kuliah semester 8.  Selain itu aku juga punya lesung pipit di kedua belah pipiku, dengan rambutku yang sebahu. 
Sejujurnya aku akui kalau aku mempunyai sifat aneh yang mungkin jarang dimiliki wanita yang seusia denganku.  Yah boleh dibilang aku "beda" dengan perempuan kebanyakan.  Aku mempunyai sifat suka mempertunjukkan bagian-bagian tubuhku kepada orang lain, khususnya laki-laki.  Hal ini sudah kualami sejak aku berumur 18 tahun, waktu itu aku masih semeter 1. 
ceritanya aku baru pulang kuliah.  sekitar pukul 4 sore, sesuai dengan kebiasaanku, setelah meletakkan tas, aku mandi.  Tiba-tiba selintas aku melihat kelebat bayangan di celah pintu kamar mandi yang retak kecil sepanjang sambungan papannya.  Rasanya ada yang mengintipku.  Tapi siapa? Bukankah di rumah hanya ada Kakakku.  Diakah? Ah, mungkin hanya kebetulan.  Aku kembali meneruskan kegiatan mandiku.  Kubersihkan seluruh tubuhku.  Kugosok bagian-bagian tubuhku.  Aku gosok dan remas buah dadaku untuk menghilangkan kotoran dan keringatku.  Aku juga membersihkan ketiakku.  Tiba-tiba aku melihat bayangan yang berkelebat kembali.  Kupikir, ini pasti Kakakku.  Tetapi hendak apa dia? Apakah dia sedemikian ngebetnya ingin buang air hingga menantiku dengan tidak sabarnya? Aku segera menyelesaikan mandiku, agar kakakku dapat segera menggunakan kamar mandi yang sedang kugunakan.  Kemudian aku bergegas keluar ke kamarku untuk ganti baju.  Kulihat kakakku sedang duduk membaca majalah.  Aku tidak lama berganti baju.  Saat aku keluar, ternyata kakakku masih sibuk dengan majalahnya.  Jadi sebenarnya dia tidak ingin ke kamar mandi.  Kupikir, mungkin aku salah sangka mmengenai kejadian tadi hingga akhirnya kulupakan saja. 
Hari kedua
Pada pukul 4 sore aku kembali mandi sesuai dengan rutinitasku.  Sebenarnya aku sudah melupakan peristiwa kemarin hingga kelebatan sosok orang yang mengintip di pintu itu kembali kulihat.  Aku jadi berpikiran erotis.  Apakah kakakku senang melihatku mandi? Aku lantas membayangkan seseorang yang senang mengintip orang lain mandi.  Orang-orang seperti itu akan terangsang birahinya saat mengintip orang mandi.  Bahkan tidak jarang yang sambil melakukan masturbasi sambil melakukan kegiatan mengintipnya. 
Aku mengelus kudukku.  Ada semacam perasaan birahi yang menyelinap.  Aku menjadi terangsang.  Aku ingin menggoda kakakku.  Aku akan memamerkan lekuk-lekuk tubuh indahku kepadanya.  Aku akan sengaja berlama-lama mandi.  Aku merasakan semacam nikmat birahi saat orang lain menonton tubuh telanjangku.  Apakah ini yang sering disebut sebagai 'exhibitionist'?

Kini yang kuperhatikan adalah celah pintu kamar mandi di bagian bawah.  Dari situ akan nampak bayangan yang lebih jelas seandainya ada orang berdiri di depan pintu.  Dan jika belum berpengalaman, maka orang tersebut tidak akan merasa bahwa kehadirannya di pintu itu akan diketahui oleh orang yang berada di dalam kamar mandi.  Aku menyibukkan diri dengan menggosok badan dari kotoran sehari-hari yang melekat di seluruh bagian tubuhku.  Sesekali aku melirik ke pintu bagian bawah. 
Pelan-pelan, dengan penuh perasaan aku membersihkan leherku dengan tangan.  Kubersihkan kudukku dengan menyabuninya.  Kubayangkan betapa ketiakku begitu terpampang lebar untuk dinikmati oleh mata kakakku.  Kemudian dengan perlahan, kucuci kedua ketiakku itu, menyabuni dan menggosoknya.  Aku bergaya seakan hidungku berusaha mengendusnya untuk mencek bahwa ketiakku sudah wangi.  Dan akhirnya benar.  Kulihat kini bayangan kaki itu kembali.  Aku tahu persis, itu memang kaki kakakku.  Dengan tanpa sengaja, berarti aku sudah mengamati kedua kakinya yang lincah itu.  Kaki itu diam saja dan tenang.  Pikirku, saat ini pasti mata kakakku sedang terpaku menatap ketiakku.  Diam-diam perasaanku mulai merinding karena birahiku yang telah lebih menyeruak ke dalam perasaanku. 
Tanganku beralih ke buah dadaku.  Kuambil sabun dan kugosokkan ke buah dadaku, yang tentunya akan sangat menarik pandangan kakakku.  Busa sabun tersebut menutup sebagian buah dadaku.  Biasanya hal ini akan membuat penasaran bagi siapapun.  Sengaja kubiarkan kubiarkan hal ini, kemudian jari-jariku mulai mempermainkan puting susuku.  Aku pilin-pilin hingga wajahku sedikit menyeringai.  Berikutnya, kugosokkan sabun ke perut, kemudian juga ke pinggang dan pinggul.  Aku berputar ke kanan dan ke kiri agar kakakku bisa menikmati keseluruhan tubuhku.  Mataku kembali melirik pintu bawah kamar mandi dimana kaki kakakku masih nampak tidak bergeser dari tempatnya semula. 
Seusai menyabuni buah dada, perut dan pinggang serta pinggulku, aku menyendok air untuk kusiramkan ke tubuhku.  Sekali lagi kuputar tubuhku.  Aku tahu, air yang menyiram dan mengaliri tubuhku akan membuatnya nampak bening dan mulus karena pantulan cahaya yang menerpa lekuk-likunya.  Aku kembali berputar sambil sesekali membuat gerakan membungkuk.  Dengan cara itu, kakakku akan dapat melihat betapa buah dadaku yang ranum ini menggembung dari dadaku.  Dan dari sudut yang lain dia juga akan dapat menikmati pantatku yang menonjol ke belakang. 
Kembali kuintip kaki di balik pintu itu.  Kubayangkan betapa "panas dingin" perasaan dan "dag dig dug" jantung kakakku.  Kemudian kaki kiriku kuangkat agar bertumpu pada bibir bak mandi.  Posisi ini membuatku membelakangi pintu.  Kubayangkan betapa kakakku akan dapat menikmati mulus dan indahnya bokongku.  Bahkan saat kusengaja untuk sedikit lebih menungging lagi, analku yang bersih kemerahan itu akan langsung terpampang dengan leluasa ke arah pintu.  Selintas aku merasa kasihan pada kakakku membayangkan betapa birahinya akan sedemikian tersiksa melihat bokong dan analku di depan hidungnya.  Tentu saja, tidak lupa aku juga mencuci bokong dan analku.  Pertama, kugosok semua bagian dengan sabun hingga berbusa.  Kemudian tangan atau jariku mengosok-gosok atau mengelus setiap bagian itu agar benar-benar bersih.  Bahkan saat jari tanganku sampai ke anal, dengan lembut aku juga menusuk-nusukkannya.  Kemudian kembali aku mengguyurnya dengan gayung air bak mandi hingga kembali pantulan cahaya erotis menerpa lekuk-liku paha, betis dan jari-jari kakiku. 
Lama kelamaan aku terbawa oleh imajinasiku sendiri yang semakin mendorong gejolak erotis dengan sepenuh nafsuku.  Saat aku melakukan ini semua, secara perlahan aku mendesah dalam bayangan kenikmatan birahiku.  Saat kuangkat kaki kananku agar bertumpu pada bibir bak mandi, selangkanganku akan nampak terbuka.  Di dekat tepi celana dalamku, ada 'tahi lalat'-ku yang cukup besar.  Mulanya, kuanggap 'tahi lalat' ini mengganggu kecantikanku, tapi apa boleh buat.  Tontonan selangkanganku yang terbuka ini pasti merupakan kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh .  Dia akan melihat selangkanganku lebih jelas dengan seluruh detailnya, termasuk kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu halus.  Kusabuni paha dan betisku, kugosok dengan penuh perasaan.  Kubayangkan, seakan aku mencuci porselain yang sangat mahal dari Mesir.  Kumasukkan sabun ke jari-jari kakiku satu persatu dan kubersihkan dengan teliti.  Aku ingin berlama-lama memberikan kesempatan kepada kakakku menikmati pemandangan ini. 
Kembali kuguyurkan air ke kaki kananku.  Dan kini saatnya untuk mencuci kemaluanku.  Aku merasa perlu sedikit mendramatisir penampilan.  Kuelus seluruh permukaan kemaluanku.  Tanganku membelah bibirnya dan jari-jariku menggosok celah-celahnya.  Dua jari kubenamkan-benamkan ke liang vaginaku untuk mengorek dinding-dindingnya hingga wajahku sedikit menyeringai.  Kuambil sabun dan kugosok agar mengeluarkan busa.  Kemudian kuletakkan kembali sabun tersebut dan tanganku turun menyabuni vaginaku.  Kusabuni keseluruhan permukaannya termasuk bulu-bulu halus di seputarnya.  Kemudian tanganku mulai menyabuni bibir kemaluan dan kelentit.  Kugosokkan sabun hingga busanya bertumpuk menutup vaginaku.  Lalu dengan cepat kusiram hingga kembali dengan jelas tampak kemaluanku.  Selanjutnya kini kembali jari-jariku kumasukkan ke liang vaginaku.  Kukorek-korek hingga busa sabunnya menumpuk dan kembali menutup lubang vaginaku.  Semua hal tersebut kulakukan sambil wajahku menampakkan ekspresi sensual yang kumiliki.  Aku semakin tidak dapat membayangkan, bagaimana blingsatannya kakakku karena menyaksikan ulahku ini.  Dan pada kuguyur seluruh tubuhku.  untuk membilas ketiak, buah dada, puting, perut, bokongku, anus maupun vaginaku hingga aku yakin bahwa semuanya telah menjadi bersih.  Kuambil handuk dari gantungan untuk mengeringkan tubuh.  Kemudian aku bergegas keluar kamar mandi.  Kaki di depan pintu itu dengan secepat kilat menghilang.  sesampai di kamar, aku baru teringata kalau bra dan gstringku tertinggal di gantungan kamar mandi. 
Pintu kamar mandi telah tertutup.  Kudengar kakakku bernyanyi-nyanyi kecil.  Aku berjingkat mendekat ke depan pintunya.  Aku mengintip dari celah yang sama dengan celah pengintipan kakakku saat aku mandi tadi.  Kudekatkan mataku ke celah itu. 
setelah menanggalkan semua pakeannya, Tangannya yang kini bergerak maju, mengambil sesuatu dari gantungan baju yang memang letaknya menempel di pintu itu.  Tetapi, kakakku meraih bra dan celana dalamku yang karena lupa, masih tertinggal di kamar mandi.  Celana dalam itu sudah kotor dan aku telah berganti mengenakan celana dalam lain yang masih bersih.  Yang membuatku lebih terkejut lagi adalah, dengan serta merta, celana dalamku yang bermotif bunga-bunga merah muda itu diciuminya.  Dia tangkupkan ke hidungnya dan dengan matanya yang setengah tertutup, dia menghirupnya dalam-dalam selama bermenit-menit.  Dia bolak-balik serta di gosok-gosoknya celana dalam kotor itu ke kemaluannya.  Dia juga mengecap-ngecap dengan mulutnya hingga braku tersebut tampak basah kuyup oleh ludahnya, khususnya di bagian yg menutupi puting. 
Bersambung
Suatu malam aku memutuskan untuk menguji kakakku.  Selesai mandi, aku segera mengambil celana dalam g-string warna merah dengan renda-renda yang sexy dan kukenakan.  Setelah itu, aku memilih sebuah gaun malam berwarna pink dengan bahan satin.  Gaun malam itu semi transparan, jadi tidak akan transparan bila dilihat dari dekat, tetapi akan menampakkan lekuk tubuhku bila ada latar cahayanya.  Panjang gaun malam itu hanya 10 cm dari selangkanganku.  Di bagian pundak hanya ada 2 tali tipis untuk menggantung gaun malam itu ke tubuhku.  Bila kedua tali itu diturunkan dari pundakku, dijamin gaun malamku akan meluncur ke bawah dan menampakan tubuhku yang telanjang tanpa halangan. 
Setelah itu, aku keluar ke ruang tamu tempatku menonton TV dan segera duduk menonton TV.  Mula-mula aku berusaha duduk dengan sopan dan berusaha menutupi selangkanganku dengan lipatan kakiku.  Tak lama kemudian, kakakku keluar dari kamarnya dan duduk di sebelahku.  Sepanjang malam itu, kami berbincang-bincang sambil menonton TV, tetapi aku tahu kalau dia diam-diam mencuri lihat tubuhku lewat sudut mataku.  Kadang-kadang aku menundukan badanku ke arah meja di depan seolah-olah menjangkau sesuatu yang akhirnya mempermudah dia melihat payudaraku lewat leher bajuku yang longgar.  Tak lama kemudian, aku mencoba lebih berani lagi.  Aku mengubah posisi tempat dudukku sehingga kali ini pakaian tidurku bagian belakang tersingkap dan memperlihatkan pantat dan tali g-string di pinggangku.  Dari ujung mataku aku bisa melihat kalau kakakku melihat bagian itu terus.  Anehnya, aku mulai merasa terangsang.  Mungkin ini akibat dari aku seorang eksibisionis. 
Sejenak kemudian aku pergi ke kamar kecil.  Sengaja pintu kamar mandi tidak kututup sampai rapat, tetapi menyisakan sedikit celah.  Dari pantulan tegel dinding, aku melihat bayangan kakakku muncul di celah pintu dan mengintipku, walaupun saat itu aku membelakangi pintu.  Setelah itu, aku menundukan kepalaku, pura-pura konsentrasi pada g-stringku agar dia tidak kaget.  Kemudian aku membalikkan badanku, mengangkat gaun malamku dan menurunkan celana dalamku di depan matanya.  Aku tidak tahu bagaimana rasa seorang lelaki melihat hal ini, tetapi dari banyak yang kudengar, sebetulnya lelaki paling menyukai saat ini yaitu pada saat perempuan mulai membuka pakaiannya. 
Dengan tetap menunduk, aku berjongkok dan menyemburkan air kencingku.  Aku yakin dengan posisi seperti ini, kakakku ini akan sangat menikmati pemandangan vaginaku yang mengeluarkan air kencing.  Ini juga salah satu yang kudengar bahwa lelaki suka melihat perempuan kencing.  Setelah kencingku selesai aku kembali berdiri, membetulkan g-stringku lalu kuturunkan gaun tidurku.  Setelah itu, aku membalikan badanku lagi sambil membetulkan g-stringku bagian belakang.  Sebetulnya aku memberikan kesempatan kepada kakakku untuk pergi tapa terlihat aku.  Benar saja, lagi-lagi dari pantulan tegel dinding aku melihat bayangan kakakku menjauh ke arah ruang keluarga.  Setelah semua selesai, aku kembali ke ruang keluarga dan berlagak seolah-olah tidak ada apa-apa. 
Saat aku berjalan ke arah sofa, aku melihat kalau muka kakakku merah.  Untuk menghilangkan rasa gugupnya, aku melemparkan senyum kepadanya, dan dibalas dengan senyum yang kikuk.  Setelah itu, aku kembali duduk di sofa dengan posisi yang lebih sopan dan melanjutkan acara nonton TV dan bincang-bincang kami.  Tak lama kemudian, aku memutuskan untuk tidur, karena saat itu jam 11. 30. 
Saat di dalam kamar, aku membaringkan tubuhku di tempat tidur.  Gaun malamku yang tersingkap saat aku naik ke tempat tidur kubiarkan saja sehingga memperlihatkan g-string yang kupakai.  Tali gaun tidurku sebelah kiri merosot ke siku tangan juga tidak kuperbaiki sehingga puting payudaraku sebelah kiri nongol sedikit.  Aku mulai menikmati kalau diintip oleh kakakku di kamar mandi tadi.  Mulai besok aku merencanakan sesuatu yang lebih enak lagi. 
Keesokan harinya adalah hari Minggu, jadi besoknya aku bangun dengan posisi pakaian yang tidak karuan.  Setelah membetulkan tali bahu gaun malamku, aku keluar kamar.  Di luar kamar, aku bertemu dengan kakakku yang sudah bangun.  Dia sedang menonton acara TV pagi.  Aku menyapanya dan segera di balas dengan sapaannya juga.  Setelah itu, aku mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.  Lagi-lagi pintu kamar mandi tidak kututup rapat.  Seperti dugaanku, kakakku kembali mengintipku.  Aku kemudian membuka gaun malamku sehingga aku hanya mengenakan g-string.  Gaunku itu kuletakan di tempat cucian.  Setelah itu, dengan hanya memakai g-string, aku berdiri di depan wastafel dan menggosok gigiku.  Saat menggosok gigi, payudaraku bergoyang-goyang karena gerakan tanganku yang menyikat gigi. 
kakakku pasti melihatnya dengan jelas karena aku sudah mengatur posisi tubuhku agar dia dapat menikmati pemandangan ini.  Setelah selesai, aku kemudian membuka g-stringku.  Sementara g-stringku masih kupegang di tangan, aku kemudian kencing sambil berdiri.  Air seniku kuarahkan ke lantai.  Setelah itu, aku siram dan aku masuk ke tempat shower.  Tempat shower itu sengaja tidak kututup juga.  Aku kemudian mandi seperti biasa, tetapi saat menyabuni badan, aku menyabuni dengan perlahan-lahan.  Gerakan tanganku kubuat sesensual mungkin.  Bagian payudara dan vaginaku kusabuni agak lama.  Setelah membilas badanku, aku masih melanjutkan acara mandi sambil diintip dengan mencuci rambut.  Selesai semua itu, aku kemudian mengeringkan badan dan rambut, lalu melilitkan handuk di tubuhku.  Sekilas aku melihat dari pantulan tegel dinding kalau kakakku sudah pergi.  Aku kemudian keluar dari kamar mandi. 
Saat keluar aku melihat kakakku duduk di depan TV sambil menikmati acara TV.  Aku tahu sebetulnya dia hanya pura-pura.  Mukanya merah seperti kemarin sewaktu habis mengintipku kencing.  Aku kemudian masuk kamar tidurku.  Pintu kamar tidurku kali ini tidak kututup rapat pula dengan harapan kakakku akan mengintip baju.  Lewat pantulan cermin di lemari pakaianku, aku melihat kalau bayangan kakakku ada di depan pintu.  Dia mengintipku lagi.  Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.  Kubuka lilitan handukku sehingga aku telanjang bulat.  Setelah itu, dengan handuk itu, aku terus mengeringkan rambutku yang basah sementara aku terus menuju ke meja rias. 
Di meja rias, aku mengambil blower dan dengan blower itu, aku mengeringkan rambutku.  Setelah kering, aku menuju ke lemari kemudian mengambil celana transparan yang berwarna putih.  Setelah memakainya, aku kemudian mengambil sebuah strapless bra warna putih (bra yang tali bahunya bisa di lepas, tetapi kali ini aku tidak melepasnya) dengan kawat penyangga payudara di bagian bawah cupnya dan memakainya pula.  Kemudian aku mengambil jubah pendek dari bahan satin berwarna putih dan kupakai.  Setelah menalikan tali jubah itu ke pinggangku aku merapikan rambutku lagi sebelum keluar.  Dari pantulan cermin aku melihat kalau bayangan kakakku sudah tidak ada. 
Setelah itu, aku keluar kamar dan menyiapkan makan pagi untuk kami berdua.  kakakku saat itu sudah di kamar mandi untuk mandi.  Perkiraanku, di kamar mandi dia tidak cuma sekedar mandi, tetapi pasti memakai gaun malam dan g-stringku sambil mastubasi membayangkan badanku.  Aku tertawa dengan geli karena merasa berhasil merangsang kakakku.  Saat membayangkan rasanya diintip saat mandi dan ganti baju, cairan kewanitaanku terasa mengalir di sela-sela vaginaku.  Aku sendiri betul-betul terangsang. 
Saat makan pagi siap dan kakakku selesai mandi, aku menyuruhnya makan bersama.  Saat makan, jubah satin yang kupakai melonggar di bagian leher, tetapi aku pura-pura tidak tahu.  Aku tahu kalau kakakku memperhatikan bra yang terlihat akibat bagian leher yang terus melonggar.  Setelah makan selesai, aku membereskan piring sementara kakakku duduk di sofa membaca buku. 
Sejak hari itu, aku selalu bermain kucing-kucingan dengan kakakku.  Kubiarkan dirinya mengintipku saat mandi, kencing atau ganti baju.  Aku juga membiarkannya mencuri dan memakai pakaian dalamku sepanjang dia mengembalikannya baik ke lemariku maupun ke tempat cucian. 
suatu siang sepulang kuliah Saya pun segera ke kamar dan berganti pakaian dengan kemeja putih tanpa lengan yang tipis dan celana putih yang sangat pendek dan bawahnya lebar.  Tentunya saya tidak mengenakan bra dan CD lagi seperti biasanya.  Dengan baju itu, buah dada dan putingku yang berwarna coklat kemerahan terlihat jelas sekali.  Terus terang saya menunggu-nunggu kesempatan untuk memakai baju itu di depan kakakku.  Saya tahu kalau pria akan lebih terangsang melihat saya dengan baju itu daripada saya telanjang sama sekali.  Berselang beberapa saat, kakakku keluar dari kamarnya dan menuju ruang tv.  Dia sangat kaget melihat baju yang saya kenakan dan menanyakan apakah saya mau ganti baju dulu.  Saya jawab, "Malas ah, habisnya gerah dan kan juga cuma kamu aja di sini.  Pintunya juga ditutup kok. "
Pada saat nonton, saya duduk di sofa dan dia duduk di lantai.  Saya bersender dan memalingkan kepala ke arah TV.  Dengan begitu kakakku bisa dengan bebas memandang ke arah buah dada saya.  Memang semua ini sengaja saya atur.  Saya juga duduk dengan posisi kaki lurus dengan paha sedikit terbuka.  Karena posisi dia duduk di bawah, maka matanya sejajar dengan celana saya.  Tentunya karena celana pendek saya bawahnya lebar, kemaluan saya dapat terlihat olehnya.  Dari sudut mata saya, saya tahu kalau kakakku terus memandangi saya dari atas sampai ke bawah, jadi bukan film yang dia tonton.  Terus terang, hal ini membuat saya terangsang dan tanpa saya sadari kemaluan saya mulai basah.  Untuk memberikan tontonan lebih heboh lagi pada kakakku, saya pura-pura ingin turun dari sofa untuk mengambil sesuatu tapi sebelum turun saya berdiri dulu beberapa saat dan melihat ke TV seolah-olah saya sedang seru nonton film.  Dengan berdiri di sofa dan posisi dia duduk di lantai, kakakku akan dengan mudah melihat kemaluan saya dari bawah secara jelas.  Mungkin bila rambut kemaluan saya tidak terlalu lebat, dia bisa melihat bibir kemaluanku juga.  Hal ini saya lakukan beberapa kali sampai akhirnya dia tidak tahan lagi dan bilang, "nis, gua dari tadi perhatiin lu dan gua terangsang banget nih, apalagi kalau lu berdiri-diri kaya begitu. " mendengar itu, aku tidak menjawab tapi langsung beranjak ke kamarku.  Aku akan mandi berdasarkan sebuah skenario yang telah kupersiapkan masak-masak dalam benakku sejak malam menjelang tidur.  Sebelumnya, aku mondar-mandir di tamu dengan bermantelkan handuk mandi yang membungkus tubuh.  Aku ingin memastikan bahwa kakakku mengetahui saat aku akan mandi.  Saat kututup pintu kamar mandi, sengaja kuperdengarkan dengan keras saat slot kunci pintu kupasang.  Kuperdengarkan juga suara-suara air yang menyirami kakiku.  Semua itu memang kumaksudkan agar kakakku mengetahui bahwa aku sekarang sedang akan mandi.  Dan sesuai dengan harapanku, kulihat kembali kaki indah itu dari celah bawah pintu kamar mandi.  Kaki kakakku.  Terselip rasa geli dalam hatiku.  Aku seperti anak-anak yang begitu senang mendapatkan mainannya.  Dan kurasakan betapa main-main seperti ini dapat menyenangkan hati pula.  Aku tersenyum sendiri sambil terbatuk-batuk. 
Aku membayangkan diriku seolah penari striptease yang sedang berada di atas panggung hiburan.  Kulepas busanaku satu persatu dengan gaya erotis.  Pertama, kulepas ikat pinggang mantel handukku.  Kemudian aku bergaya seolah menggulung rambutku.  Gaya seperti ini akan tampak menggairahkan apabila terlihat dari arah samping.  Oleh karenanya aku berdiri di dekat bak mandi secara menyamping dari arah pintu.  Kemudian kulepas mantelku dan kugantung di gantungan baju di balik pintu.  Aku yakin saat ini jantung kakakku mulai berdegup kencang.  Sebelum aku melepas BH-ku, kumasukkan tangan untuk menggaruk-garuk buah dadaku seolah gatal sambil sedikit mendesah.  Aku juga menggosok leherku.  Ini kulakukan untuk menunjukkan pada kakakku betapa sensualnya leherku.  Aku kemudian mengelus dagu, rahang hingga belakang telingaku.  Tempat-tempat itu biasanya merupakan sasaran bibir dan lidah saat seseorang berkesempatan untuk mencium dan menjilatinya. 
Kugosok juga ketiakku.  Kuangkat tinggi-tinggi tangan kiriku kemudian kuelus dan kugaruk lembut lembah ketiakku.  Teman dan tetanggaku Indri, sangat keranjingan apabila menyaksikan ketiakku karena menurutnya ketiakku indah dan harum seperti ketiak dewi dari surga.  Maklum saja, itu menurut orang yang sedang keranjingan.  Kemudian kedua tanganku meraih kancing BH di punggungku.  Gaya membuka kancing BH ini adalah juga sesuatu yang sangat disenangi oleh para wanita dan pria hidung belang, karena saat membuka kancing BH, seorang wanita akan memperlihatkan lengannya yang mulus, sedikit ketiaknya, juga dadanya yang tertarik ke belakang hingga payudara akan tampak lebih kencang dan menggembung.  BH itu kembali kusangkutkan di gantungan baju.  Aku teringat celana dalam kotorku kemarin yang telah dilumat oleh bibir dan lidah kakakku.  Sekarang akan kutinggal BH-ku di gantungan ini.  Aku ingin melihat ekspresi kakakku saat menciumi BH-ku nanti.  Kemudian kuamati perutku yang mulus tanpa lipatan. 
Kini saatnya kurogoh celana dalamku.  Dengan melewati 'tahi lalat' yang berada di tepi celana dalamku, kuelus kemaluanku.  Kumasukkan jari-jari ke belahan kemaluanku dan menggosoknya.  Kemudian kuperosotkan celana dalamku hingga terentang di kedua pahaku dan kembali dengan tangan kuelus bibir vaginaku yang kini sepenuhnya terbuka.  Kulihat kaki kakakku belum bergerak dari tempatnya.  Kupikir, tentunya saat ini dia sedang mati-matian berusaha menahan gejolak birahinya.  Aku tersenyum geli dengan permainanku sendiri. 
Kemudian giliran pantatku.  Aku merundukkan badanku setengah menungging kemudian menggosok-gosok pantat beserta belahannya.  Kumasukkan jari-jariku pada belahan itu dan kutusukkan jari ke lubang analku.  Aku memutar tubuhku hingga pantatku membelakangi pintu agar dari tempat kakakku nampak gempalnya pantatku yang menurut Indri sangat seksi.  Dan akhirnya kulepas sama sekali celana dalam dari pahaku.  Kini saatnya aku mandi setelah sebelumnya kucuci tangan, jari-jari dan lenganku.  Kemudian kucuci kakiku, jari-jarinya dan betis serta pahaku.  Ini selalu kulakukan untuk menghindari keterkejutan tubuhku yang akan dengan tiba-tiba tersiram air yang dingin ini.  Kemudian kuguyur seluruh tubuhku. 
Gayung air kupenuhi kemudian mulai kuguyurkan dari kepalaku.  Kusabuni seluruh bagian tubuhku.  Aku bernyanyi-nyanyi kecil sambil melirik kaki kakakku di sebelah pintu yang sama sekali tidak bergerak sejak awal aku masuk kamar mandi tadi.  Entah apa yang sedang dilakukannya.  Bukan tidak mungkin tangannya sedang mengocok kemaluannya.  Setelah mandi aku menyambar handuk dari gantungannya untuk mengeringkan badan.  Kemudian kukenakan mantelku.  Setelah selesai, aku segera keluar kamar mandi dan pas keluar dr kamar mandi msh handukan, kakakku langsung menahan aku dpintu kamar mandi.  Dia nembak aku kayak cowok nembak cewek lain yg tak ada hubungan darah.  aku belum menjawab dia sudah mennyium bibirku.  waktu itu aku tidak menjawab tapi aku merasa seperti siap diapain aja.  dia menyium bibirku sampe melepas handuk. 

Saya adalah seorang pria yang sekarang berumur 30 thn.  Saya sudah mengenal sex sejak usia yang masih sangat muda, bahkan masih kanak-kanak.  Teman-teman mahasiswa dulu sering memberi julukan Hai Hai pada saya sebagai asosiasi dengan tokoh Pendekar Mata Keranjang di ceritanya Asmaraman S Kho Ping Hoo.  Padahal saya sendiri merasa tidak mempunyai modal wajah yang tampan ataupun tubuh yang macho walaupun memang saya gemar berolah raga.  Tapi saya sadari bahwa saya memang senang berteman dengan perempuan sehingga gampang akrab dengan kaum ini.  Ternyata ini sangat mempengaruhi kehidupan saya selanjutnya yang cendrung ke arah sex bebas apalagi sebagian besar hidup saya dijalani di luar negeri karena mendapat beasiswa untuk tugas belajar.  Walaupun akhirnya saya merasa menyesal karena ternyata ini sangat mempengaruhi kehidupan berumah tangga saya, tapi apa boleh buat sejarah tidak dapat dirobah apalagi dihapus.  Cerita ini merupakan kenangan yang masih selalu saya ingat sebagai bagian dari petualangan birahi saya. 
Saya dibesarkan di sebuah desa kecil sekitar 10 km dari kota pelabuhan B dan 45 km dari kota M sebagai ibukota propinsi.  Saya tinggal di desa itu sampai tamat SMA, kemudian pindah ke ibukota propinsi untuk kuliah selama 6 bulan dan kemudian mendapat tugas belajar ke Bld. 
Kesukaan berteman dengan teman wanita memang sudah ada pada diri saya sejak kecil.  Sejak umur saya 5 tahun, saya sudah sering bermain dokter-dokteran dengan teman-teman gadis sebaya.  Kami suka bermain tukar-tukaran celana (dalam).  Bahkan waktu itu saya sudah sering menjilat-jilat vagina teman-teman gadis saya dan sebaliknya mereka juga sering menjilat-jilat penis saya.  Sampai saya umur 7 tahun jumlah gadis sebaya yang pernah main dokter-dokteran dengan saya ada 8 orang.  Tapi sejauh itu saya tidak pernah berhasil memasukkan penis saya ke dalam vagina mereka.  Walaupun mereka sudah membuka vagina mereka lebar-lebar, tapi yang saya tetap tidak bisa menemukan lobang vagina untuk memasukkan penis saya.  Memang yang saya tahu di vagina itu ada bentuk yang mirip kacang, bibir yang agak berlapis, dan baunya yang memang sangat unik dan merangsang, serta vagina itu botak tak ada rambutnya sama seperti penis saya.  Saya juga waktu itu sudah tahu bahwa vagina wanita itu masing-masing berbeda baik warnanya maupun bentuknya.  Kalau saya melihat di dalam kulit penis saya, sering kali ada putih-putih yang baunya nggak enak, nah itulah yang saya pahami waktu itu sebagai bahan baku pembuat anak.  Jadi waktu itu memang saya tidak tahu menahu tentang adanya sperma.  Memang saya pernah dengar tentang air mani, tapi saya pikir air kencing itulah air mani. 
Semuanya berubah pada waktu saya berumur 7 (tujuh) tahun.  Pada waktu itu, bulan Desember, saya baru beberapa hari menyelesaikan ulangan catur wulan terakhir untuk naik ke kelas 3 SD (saya SD tanpa melalui TK) dan itu berarti sebentar lagi libur.  Di dekat rumah saya ada telaga baru yang bersih.  Airnya jernih.  Banyak orang sering mandi di telaga itu.  Tapi biasanya pada jam 1-3 siang sangat sunyi.  Ada larangan dari orang tua untuk mandi di jam seperti itu sebab konon kabarnya banyak setan yang suka mandi di saat itu.  Di muara telaga itu sering digunakan sebagai tempat cuci pakaian dan di situ ada pancuran tempat mandi yang khusus untuk wanita.  Di dekat telaga itu ada banyak pohon bambu, pohon pisang dan pohon buah-buahan seperti pepaya, jambu monyet, dan mangga.  Pohon mangga inilah (walaupun bukan milik kami, maklum di desa) yang menjadi kesukaan saya.  Pada musim buah mangga, setiap habis makan siang, saya suka makan mangga di atas pohon itu. 
Pada suatu hari seperti biasanya saya sedang asyik makan mangga di atas pohon, tiba-tiba. . Byyuuur !Ada orang yang terjun ke telaga.  Ternyata itu si Yuni.  Yuni aslinya bukan dari desa kami.  Dia datang dari kota B sejak tiga tahun lalu tapi tinggal dengan tantenya di desa kami dan bersekolah di SMA yang kebetulan ada di desa kami (satu-satunya SMA yang ada di kecamatan kami).  Dia duduk di kelas 3 sebentar lagi lulus. 

Memang, dia mandi dengan pakaian yang mirip daster tapi karena basah dan pakaiannya juga tipis sekali, jadi terlihat sekali sepasang payudaranya yang montok.  Memang Yuni sangat cantik dan tubuhnya begitu indah.  Sejak kedatangannya tiga tahun yang lalu, dia selalu menjadi rebutan pemuda di kampung kami.  Tak heran jika dia sering ganti-ganti pacar. 
Melihat pemandangan seperti itu, jantung saya terasa bagaikan tambur memukul dada saya karena memang seperti ada rasa malu (walaupun sebenarnya ingin melihat) tapi yang terutama ada rasa takut jangan sampai dia tahu saya mengintip di situ.  Lama juga saya pendam rasa takut ini, tapi saya akhir turun juga dari pohon itu secara perlahan-lahan sekali. 
"Hai. . . ada orang mengintip yah ? !!", terdengar suaranya membentak.  Astaga, ternyata yang saya takutkan terjadi.  Dia tahu saya ada di situ. 
"Turun kau !!. . . . Ooh. . . Johny ternyata kau", katanya setelah saya menoleh.  Sesampai di tanah terasa keringat dingin mulai meleleh di dahiku. 
"Masih ada mangganya ? Yuni minta dong", katanya sambil berenang ke arah saya.  Betapa permintaan ini sangat melegakan.  Ternyata Yuni tidak marah. 
"Iya, Kak Yuni.  Ini. . . . tangkap !", kata saya sambil melemparkan mangga satu buah yang kebetulan ada di saku saya celana dan "Clup !!" mangganya meleset dan jatuh di telaga. 
"Johny, mangganya jatuh, Kak Yuni tidak bisa menyelam, tolong dong ?", katanya dengan suara yang manja. 
"Iya, Kak Yuni", kata saya sambil berpikir apakah saya harus menyelam dengan pakaian atau melepas pakaian.  Kalau saya menyelam dengan pakaian di badan, pasti pakaian basah, dan kalau pakaian basah orang tua akan tahu bahwa saya mandi di telaga di siang bolong padahal itu dilarang.  Akhirnya walaupun agak malu saya melepaskan pakaian dan sambil menutupi kemaluanku saya meloncat ke telaga. 
Pada saat menyelam mencari mangga yang jatuh di dekat kaki Yuni, karena airnya yang jernih, saya bisa melihat daerah kemaluannya yang hitam di dalam bajunya.  "Hitam ?", pikir saya pasti Yuni memakai celana dalam hitam.  Tapi bagian pantatnya nggak hitam.  Hal ini menjadi tanda tanya bagi saya.  Sebenarnya tidak sulit mendapatkan mangga tadi yang hanya jatuh di dekat kaki Yuni.  Sesaat kemudian saya muncul ke permukaan seraya memberikan mangga itu, "Ini mangganya, Kak". 
"Kenapa lama sekali sih ? Oo, saya tahu kau sambil menyelam mengitip ke dalam baju Kak Yuni, yah ?", tanyanya sambil mencubit perutku. 
"Tidak Kak Yuni, saya mencari mangga kok", kataku gugup. 
"Ayo katakan kau mengintip apa ?", katanya lagi, sekarang dia mencubit pahaku dengan gemas. 
"Saya mengintip celana dalam Kak Yuni", karena didesak dengan cubit-cubitan, akhirnya saya mengaku juga. 
"Kau bohong ! Nih, Kak Yuni nggak pake celana dalam", katanya sambil mencoba memegang tanganku.  Awalnya saya mengelak, sebab saya pikir mau dicubit lagi.  Ternyata tidak.  Yuni menangkap tanganku dan kemudian dengan tangannya yang lain dia mengangkat bajunya dan menuntun tanganku ke bawah air ke arah vaginanya.  Astaga benar juga dia tidak pakai celana dalam.  Tapi kok ada rambut di vaginanya ?
"Anunya Kak Yuni banyak rambutnya ?", tanyaku dengan suara berbisik.  Saya mencoba menarik tanganku, tapi Yuni tetap memegangnya di vaginanya sambil memutar-mutarkan tangan saya di bibir vaginanya. 
"Ha. . ha. . ha. . iya dong, kamu kan masih kecil.  Anumu belum punya rambutnya", kata Yuni sambil memegang penisku.  Iihhh, gelinya.  Jantungku berdebar makin kencang. 
"Hi. . hi. . hi. .  botak dan kecil. . . hi. . hi. .  sini Kak Yuni bikin jadi besar", katanya.  Kini Yuni mulai memijit dan mengelus-elus perlahan penisku di dalam air.  Walaupun sebetulnya saya sangat gugup dan pura-pura menolak, tapi diperlakukan begitu, penis saya makin naik juga.  Yuni menarik kepalaku menempel di payudaranya yang sangat empuk tapi saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat dengan payudaranya itu. 
"Tuh kan sudah mulai besar nih", katanya seraya memainkan biji saya dengan kedua tangannya.  Rupanya mangga tadi sudah jatuh lagi.  Kali ini saya berharap Yuni akan menyuruh saya untuk menyelam lagi mencari mangga itu. 
Kemudian Yuni menoleh kekiri dan ke kanan kalau-kalau ada orang lain di situ, kemudian dia berbisik, "Ayo, ikut Kak Yuni". 
Yuni membawa saya di bawah rumpun pohon bambu.  Kemudian dia dengan lincahnya mengambil beberapa daun pisang dan mengalasnya di atas tanah.  Sedangkan saya hanya berdiri saja dengan penis kecilku yang tetap tegang dan menghadap ke atas.  Sesudah semuanya siap, Yuni membuka dasternya dan merebahkan dirinya di atas daun pisang.  Dengan isyarat tangannya dia kemudian menyuruh saya jongkok di depan vaginanya.  Yuni kemudian membuka kakinya dan menarik kepala saya ke arah vaginanya.  Inilah untuk pertama kalinya saya melihat vagina milik wanita yang (agak) dewasa.  Betapa indah bentuknya.  Lobangnya jelas kelihatan, bibirnya merah mudah mirip bunga mawar, dan dikelilingi rambut yang halus dan baunya sangat merangsang.  Pada saat itu juga saya tahu kenapa saya tidak dapat menemukan lobang vagina teman-teman perempuan saya yang sebaya, karena selama kami main-main itu selalu dilakukan berdiri.  Kemudian saya mulai menjilat-jilat lobang surga Yuni itu.  Kalau acara jilat menjilat begini sih bukan hal yang baru lagi buat saya. 
"Wow sudah pintar kamu yah ? Kamu belajar dari siapa ini ?", katanya sambil menekan-nekan kepalaku ke vaginanya. 
Yuni kemudian mengangkat badan saya dan tangannya yang halus itu dengan cekatan lalu mengarahkan penisku ke arah vaginanya.  Pertama digosok-gosokkan penisku di bibir vaginanya, kemudian secara perlahan-lahan saya memasukkan penisku ke lobang kenikmatan Kak Yuni itu.  Awalnya agak sakit, tapi saya tetap mencoba.  Secara naluri tanpa diajar, saya menaik-turunkan pantat saya. . . dan akhirnya penisku masuk semuanya.  Saya merasa vagina Yuni begitu basah dan bulat serta menjepit-jepit.  Padahal kan tadi kelihatannya agak lonjong.  Yuni memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya.  Saya tetap melakukan gerakan naik-turun.  Kemudian Yuni mulai memaju-mundurkan pinggulnya.  Dan memang rasanya enak bukan main.  Inilah kiranya yang disebut rasa sorga.  Yuni membuka matanya kemudian tersenyum dan bagaikan serangan dadakan dia mencium bibirku.  Wow. . .  ini juga hal yang baru bagiku.  Saya belum pernah berciuman bibir.  Enak juga tapi saya memang tidak terlalu memperhatikan permainan bibir ini.  Saya berkonsentrasi pada kenikmatan yang terjadi di bawah sana yang mulai mencapai puncaknya.  Yuni kembali memejamkan matanya.  Saya makin gencar melakukan serangan. . . dan. . . cret. . cert. . cret. . . terasa ada sesuatu yang keluar dari penisku dan enaknya bukan main.  Masih belum menyadari apa yang terjadi, saya kemudian tanpa permisi cepat-cepat menarik keluar penis saya karena saya kuatir jangan-jangan penis saya rusak.  Yuni membuka matanya dan tersenyum, "enak nggak ?".  Saya diam saja sambil memperhatikan penis saya yang ternyata masih utuh.  Dari vagina Yuni terlihat keluar cairan putih.  Pasti itulah cairan yang saya semprotkan tadi. 
"Itu sperma kamu", kata Yuni sambil tersenyum genit.  Yuni kemudian duduk di atas dasternya dan matanya tetap menatap penisku. 
"Memang enak Kak Yuni.  Tapi saya tidak tahu apa yang terjadi tadi", kataku sambil berdiri. 
"Oh, belum mengerti juga ? Kalau begitu ayo sekali lagi".  Tanpa menunggu jawaban Yuni langsung menerkan penisku yang sudah mulai kendur lagi dengan mulutnya.  Memang saya sudah sering memasukkan penisku di mulut gadis-gadis sebayaku tapi terkaman mendadak Yuni ini membuat saya agak kaget juga.  Permainan mulutnya memang lain dengan yang saya pernah rasakan selama ini.  Tidak heran kalau penisku kemudian menjadi keras lagi.  Tiba-tiba saya menjadi sangat berani.  Saya dorong Yuni ke atas daun-daun pisang itu. 
Kemudian saya kembali memasukkan penis saya ke vaginanya.  Sekarang rasanya lebih lancar dari yang pertama.  Mungkin karena saya sudah tahu caranya atau karena vaginanya yang masih basah dengan sperma. 
"Waw, mulai ketagihan juga nih", katanya agak kaget. 
Tapi tidak lama saya melancarkan serangan-serangan penis saya di dalam liang sorga Yuni, tiba-tiba terdengar suara banyak orang datang.  Ach, rupanya suara dari beberapa anak yang akan mandi di telaga.  Kelihatannya Yuni memang agak kecewa tapi dia kemudian cepat-cepat mendorong saya yang masih segan untuk berhenti, dan kemudian memakai kembali dasternya sedangkan saya sibuk mencari pakaianku yang saya tidak perhatikan ditaruh di mana. 
Sejak saat itu setiap kali ketemu Yuni kami hanya saling senyum.  Padahal saya berharap dia mau mengajak saya untuk melakukannya lagi.  Saya masih segan untuk mengajaknya.  Tak lama kemudian Yuni lulus SMA dan dia pindah tidak tahu kemana.  Dialah guruku dalam bidang yang satu ini yang telah mendewasakan saya terlalu cepat.